Bu Salas yang saat itu baru berusia 18 tahun dan sudah memiliki satu anak kebingungan bagaimana caranya menghidupi keluarganya.
Ia akhirnya memutuskan untuk bekerja lagi ke luar negeri demi menghidupi keluarga.
"Satu tahun dideportasi itu rasanya bingung, pusing, punya anak, dan udah nggak punya suami. Terus saya minta izin lagi ke orang tua dengan modal menjual lahan di pekarangan untuk biaya ke Taiwan," ujar Bu Salas.
Sayangnya saat itu Bu Salas kehilangan uangnya karena ditipu orang saat berada di Jakarta hingga akhirnya ia memutuskan untuk ke shelter TKI dengan uang yang tersisa.
Selama tiga bulan berada di shelter, Bu Salas mengaku mendapat banyak tekanan.
Setelah sampai di Taiwan, tekanan dan kekerasan kerap ia dapatkan.
"Di majikan pertama saya disiksa. Saya disuruh bekerja mulai dari jam setengah 4 subuh sampai jam 1 malam.
Bahkan untuk sholat saja saya tidak diizinkan. Lalu pindah ke majikan yang kedua, saya merasa bahagia. Saya mendapat majikan yang baik dan royal.
Tapi baru empat bulan bekerja agensi menarik saya karena saya sudah dikontrak 3 tahun oleh majikan pertama.
Dan majikan pertama baru bisa mengambil pekerja lagi setelah saya dipulangkan," cerita Bu Salas sesekali sesenggukan.
Saat dijemput oleh pihak agensi dari rumah majikan kedua, Bu Salas justru mengalami kekerasan seksual.
"Saat di mobil berdua dengan salah satu pegawai agensi, dia tiba-tiba meraba saya, melepar handphone pemberian majikan kedua saya, dan bersikap kasar pada saya," cerita Bu Salas yang mulai berlinang air mata mengingat kejadian tersebut.