"Lalu, aku bisa mengisi lemari es, yang tidak pernah bisa kulakukan sendiri."
Di luar kebutuhan pokoknya, Brittany juga mampu membeli keperluan penunjang lainnya. Dia membeli lebih banyak peralatan fotografi film dan sesekali berbelanja barang-barang.
Selain itu, Brittany pun menabung untuk membeli Tesla dan tempat tinggalnya sendiri.
Dia sebelum berjualan NFT tidak pernah menghasilkan lebih dari 15 dollar AS (Rp 215.000) per jam, dan tahun lalu penghasilannya di atas 100.000 dollar AS.
Sebagai informasi, dilansir dari Tribun Bali, tren NFT ke depan, yaitu NFT untuk Metaverse, seperti jual beli tanah virtual dan item virtual.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda.
Menurut Teguh, di dunia metaverse, NFT memiliki peran penting, dimana banyak digunakan untuk berbagai kepentingan seperti dijadikan rewards saat bermain game dengan konsep play-to-earn.
Oleh karena itu NFT dinilai akan terus berkembang, baik di kancah global maupun di Indonesia, khususnya NFT yang mendorong ekonomi kreatif dan digital.
Penilaian ini juga didukung dengan data dari Dappradar yang menyebutkan tren transaksi penjualan NFT secara global menyentuh angka 25 miliar dolar AS (sekitar Rp 358 triliun) sepanjang 2021.
"Kami percaya NFT yang menekankan pada kelangkaan dan utility atau kegunaan akan populer, karena itu bisa menambah potensi manfaat NFT dan mendorong ekonomi kreatif dan digital," ujar Teguh.
Viralnya Ghozali juga akan turut meningkatkan literasi digital, khususnya terkait NFT, sehingga menurut Teguh bisa mendorong orang untuk terjun ke dunia NFT.
Namun demikian, NFT belum dapat dipastikan menjanjikan keuntungan atau tidak.
Sebab, menurut Teguh, NFT masih terbilang baru meski peluangnya bisa dikatakan besar, dan akan terus berkembang.
GridPop.ID (*)