GridPop.ID - Sosok Maudy Ayunda diidolakan orang banyak tidak hanya karena cantik dan aktingnya bagus, tapi juga cerdas.
Nama Maudy Ayunda tengah ramai dibicarakan karena baru saja menikah dengan Jesse Choi.
Suami Maudy Ayunda itu juga jadi sorotan karena sama cerdasnya dengan sang aktris.
Dilansir dari Kompas.com Maudy Ayunda memiliki gelar S1 bidang Philosophy, Politics and Economics di Universitas Oxford, Inggris.
Maudy kembali melanjutkan kuliah untuk jenjang S2 tahun 2021 di Universitas Stanford jurusan bisnis dan pendidikan.
Di Universitas Stanford itulah, dirinya bertemu dengan suaminya kini.
Banyak yang penasaran bagaimana Maudy Ayunda belajar hingga dapat sesukses ini.
Ternyata hal itu tidak jauh dari peran sang Ibu, Muren Murdjoko.
Terungkap cara didik Muren Murdjoko yang sempat trending di Twitter pada 26 Mei 2022.
'Dunfact: Maudy Ayunda disekolahin sampe kelas 2 sd di sekolah dgn kurikulum nasional. Tapi dipindahin ibunya karena materi pembelajaran kala itu disuruh ngafalin nama kecamatan, Makanya pindah ke Inter.', tulis akun Twitter @agannyi.
Muren Murdjoko memang sempat membagikan pengalaman saat dirinya memilihkan sekolah untuk Maudy Ayunda.
Proses mencari sekolah baru untuk anaknya juga tidak mudah.
Muren Murdjoko rela mengunjungi sejumlah sekolah dan juga duduk di kantin sekolah untuk mengetahui perilaku murid.
'Sempat di bahas di sosmed, bahkan byk yg mencoba mhitung2 uang sekolah anak sy.
Krn sdng luang, biarlah sy berbagi disini.
Perjuangan sy saat mjadi ibu2 muda kala itu. Saat Anak sy TK & sampai kelas 2 SD, mrk bersekolah di sekolah berkurikulum nasional.
Awalnya, sama sekali tdk terpikir pindahkan anak dari sekolah tsb.
Sampai suatu saat , ketika sy menemani anak2 belajar, Sy kecewa atas materi pembelajaran kala itu , dimn murid diminta menghapal nama2 kecamatan di Jkt, & materi2 hapalan lain yg sy anggap krng tepat .
Sejak itu, ad sj materi belajar anak2 yg mbuat sy tdk nyaman.
Mau protes tp kpd siapa?
Drpd sibuk cari kesalahan org , mulailah sy hunting mcari sekolah lain yg lebih sesuai harapan sy.
Saat mcari2 SD kala itu, sy tdk masuk ke ruang kantor, tp sy coba duduk di kantin,.
Mndengar murid2 berceloteh, mengintip proses bljr di bbrapa kelas & itu sy lakukan setiap hari dibbrapa SD.
Hingga suatu hari, sy mendptkan 1 SD berkurikulum Nasional Plus, yg terbilang msh baru, & bahkan anak sy baru akan mjadi angkatan ke 2 disekolah itu & bermurid hnya 9 org per kelas .
Mungkin bagi sbagian org, sekolah dgn minim fasilitas ini bukan pilihan menarik,
Tp saat memasuki sekolah itu sy sungguh telah jatuh cinta.
Sekolah itu tdk besar, Tp murid2 nya terlihat sgt santun, walau berbicara dlm bhs asing.
Guru2 terlihat begitu dekat dgn murid2.
Saat sy mgintip di kelas2 terasa proses belajar yg menyenangkan , melibatkan murid scr aktif, berkomunikasi 2 arah & kelas terlihat penuh semngat & kegembiraan.
Uniknya walau bukan sekolah islam, terlihat bbrapa anak2 muslim, sholat bersama guru agama disekolah tsb.
Keesokan hari nya sy sdh tdk sabar mengajak anak sy berkunjung kesekolah tsb(,terpaksa bolos).
Dan tepat dihari survey itu, hanya dlm 1hari, sulungku bahkan sdh berkeputusan tidak lagi ingin bersekolah disekolah lama ,
Padahal kami hanya berkeliling sekolah yg kecil & akhirnya diizinkan trial hadir didlm kelas hingga kelas berakhir.
Saat sy intip lewat jendela kelas, sy baru sadar bahwa dia kebingungan didlm kelas krn blmm mampu berbhs inggris dgn baik,
Saya baru menyadari bahwa dia kebingungan didlm kelas itu krn blm mampu berbahasa inggris dgn baik.
Namun dasarnya pejuang tangguh, & penyuka tantangan, anakku menyakinkan sy saat itu, bahwa ia siap menerima tantangan hrs belajar bahasa baru & materi pelajaran yg mungkin bs mbuat dia mengulang kelas , asalkan ttp bs bersekolah di SD tsb.
Di pertengahan kelas 2 SD , sulungku mantap merelakan sekolah lamanya, yg memberinya lebih byk fasilitas,& berhalaman luas
Demi sekolah barunya, yg walau kecil namun telah mampu mencuri hati kami teramat dlm.
Di sanalah akhirnya anak2 sy menghabiskan sekolah dasar hingga masa SMP mereka usai( 9 tahun), SD dan SMP itu, tumbuh bersama spt keluarga dgn anak2 kami.
Sekarang sekolah tsb sdh mjadi besar bahkan menjd sekolah International fav, yg memiliki byk murid.
Dan tentu saja bicara soal uang sekolah , SD yg saat itu baru punya 2 angkatan belumlah pede membandrol harga mahal spt sekarang.
Saatnya pilih SMA , keputusannya pun diambil dari hasil pertimbangan & diskusi panjang, bareng anak2.
Bayar sekolah nya pakai uang aku aja ma," kata sulungku yg saat itu sdh punya tabungan sendiri , dr menjd model & BA bbrapa produk , a.l .pembalut Lxxrier dan Sabun Bxore .
Tak sampai hati memakai uang anak, yg sangat ingin bersekolah disana, kami pun mnawarkan 1 solusi yg mbuat mereka belajar mbuat pilihan melalui sebuah pengorbanan.
"Gimana kalo mobil antar jemput kalian dijual buat bayar sekolah. tp kalian naik bis sekolah setiap harinya nanti?
Dan merekapun menyetujui pilihan itu.
Selama SMA kubiarkan anak2 naik bis jemputan sekolah setiap hari dari Bintaro ke Kemang.
Walau mereka hrs dijemput lebih pagi dan pulang lebih sore, bahkan kadang tertidur dimobil krn mobil itu berisi sampai 12 orang utk area Jakarta selatan yg hrs diantar jemput satu persatu.
Sebuah pengalaman cukup berat masa itu namun manis untuk dikenang sekarang.
Apakah harus Sekolah International?? Tentu tidak.
Tapi kalau keputusan yg diambil tersebut berbuah lebih banyak pembelajaran kehidupan, layak diperjuangkan bukan ??'.
GridPop.ID (*)