GridPop.ID - Guru adalah profesi yang mulia. Namun tak semua orang bisa bertahan menjadi guru.
Belakangan ini viral di media sosial, kisah seorang pria yang merupakan mantan guru honorer.
Adalah Ahmad Jamaludin, mantan guru honorer yang sukses membangun sekolah gratis di kampung halamannya.
Melansir TribunJabar.ID, Ahmad berhasil membangun sekolah gratis di Kampung Karang Muda, Desa Jayagiri, Sindangbarang, Kabupaten Cianjur.
Motivasinya membangun sekolah tersebut karena kecintaannya terhadap dunia pendidikan.
Perjuangannya pun tak mudah, karena sebelumnya ia harus bekerja sebagai guru honorer selama 10 tahun dengan bayaran yang terbilang sangat kecil.
Pasalnya gaji yang ia terima selalu jauh di bawah UMR daerah tempatnya mengajar.
Ahmad lalu memutuskan untuk berhenti dan merantu ke kota.
Disana ia termotivasi untuk untuk berkontribusi dalam pengembangan sistem pendidikan di desa asalnya.
Segala cara dilakukan, termasuk Ahmad pun mulai menjual sapu ijuk.
Dari hasil penjualan sapu ijuk inilah Ahmad bisa membangun sekolah gratis di kampungnya.
"Jadi, Pak Ahmad ini dengan 8 ribu rupiah, disisihkan 4 ribu itu membangun sekolah?" tanya Ferdi Hasan selaku pembawa acara.
"Iya, membangun sekolah," jawab Pak Ahmad.
Keadaan ekonomi Ahmad Jamaludin lantas meningkat dan ia siap mendirikan sekolah gratis.
Hingga tahun 2020, Ahmad Jamaludin membangun SMP IT Pancuh Tilu di Desa Jayagiri, Kabupaten Cianjur.
SMP IT Pancuh Tilu memiliki gedung sederhana dan biaya sekolah mengandalkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang hanya bisa membayar 12 orang guru.
Kisah Lain
Kisah lain datang dari pria bernama Nur Fadli, guru SMPN 1 Sukorambi pernah menjadi guru honorer selama 18 tahun.
Diwartakan Kompas.com, Nur Fadli diangkat menjadi guru dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) pada 2018 lalu.
Meski honorer ia sudah mendirikan sepuluh sekolah bagi anak-anak tidak mampu di daerah pelosok sejak 2004 lalu.
Sekolah itu di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang, dan Kecamatan Sukorambi, daerah yang berada di kaki pegunungan Argopuro.
Di kawasan tersebut, banyak orangtua anak-anak yang bekerja sebagai buruh tani, kuli bangunan hingga merantau ke Bali dan luar negeri.
“Saya prihatin melihat banyak anak-anak yang putus sekolah saat itu,” kata dia, kepada Kompas.com, saat ditemui di rumahnya, di Dusun Manggis, Desa Sukorambi, Jumat (28/8/2020).
Saat lulus dari Universitas Islam Jember, Nur Fadli menjadi guru di daerah sekitar rumahnya pada tahun 2000 silam.
Pengalaman menjadi guru membuat hatinya terenyuh melihat rendahnya tingkat pendidikan anak-anak desa. Bahkan, banyak yang langsung menikah di usia dini.
“Mereka tidak sekolah karena terkendala biaya,” ujar dia.
Selain itu, untuk pergi ke sekolah, jaraknya cukup jauh. Akhirnya, Nur Fadli mencoba merintis lembaga pendidikan di daerah pelosok tersebut.
GridPop.ID (*)