Gen Z yang baru memulai perjalanan finansial telah terkena dampak dari lingkungan ekonomi yang bergejolak, seperti pandemi, inflasi yang meningkat, gaji pas-pasan, fluktuasi suku bunga, dan lainnya.
Menurut Consumer Affairs, gen Z memiliki daya beli 86 persen lebih rendah dibandingkan generasi Baby Boomers di usia 20-an.
Namun ketidakpastian ekonomi tidak hanya memengaruhi cara kita membelanjakan uang, menabung, dan berinvestasi saat ini.
Hal ini juga mempengaruhi cara kita memandang masa depan.
Hampir tiga perempat Gen Z dari studi Intuit mengatakan perekonomian membuat mereka ragu-ragu untuk menetapkan tujuan keuangan jangka panjang, dan dua pertiga Gen Z tidak yakin mereka akan memiliki cukup uang untuk pensiun.
Sokunbi menyarankan agar kita mencapai keseimbangan antara kebahagiaan jangka pendek dan keamanan finansial jangka panjang.
“Masa depan tidak dapat diprediksi, namun rata-rata kita hidup lebih lama dibandingkan generasi sebelumnya, dan kita harus mampu menjaga masa depan kita,” kata Sokunbi.
“Sangat mungkin untuk melakukan pendekatan soft saving dan tetap menyisihkan sesuatu untuk masa depan," ungkap dia.
Gen Z mempunyai gagasan yang berbeda mengenai arti kesejahteraan, dan “kehidupan yang nyaman” adalah bagian dari hal tersebut.
Namun Anda tidak perlu mengorbankan kualitas hidup demi meningkatkan prospek stabilitas finansial, ungkap Bernadette Joy, seorang perencana keuangan.
“Berinvestasi dalam pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan mental adalah investasi penting yang harus dilakukan sehingga Anda dapat menginvestasikan uang yang sebenarnya di masa depan,” kata Joy.
Baca Juga: Kata Gembelengan Viral di TikTok, Ada di Lirik Lagu Gundul-gundul Pacul, Ternyata Ini Artinya