Find Us On Social Media :

Halal Bihalal Viral di TikTok, Jadi Tradisi Wajib Hari Lebaran, Ketahui Arti dan Sejarahnya Berikut Ini

By Luvy Octaviani, Senin, 15 April 2024 | 07:44 WIB

ilustrasi halal bihalal

GridPop.ID - Halal Bihalal menjadi salah satu tradisi wajih di Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran di Indonesia.

Tak heran jika momen Halal Bihalal menjadi viral di TikTok.

Lalu apa arti dari Halal Bihalal? Ketahui sejarahnya berikut ini!

Melansir dari laman tribuntrends.com, dalam ajaran Islam, Halal Bihalal dapat dimaknai sebagai cara menghormati sesama dalam bingkai silaturahmi.

Makna Halal Bihalal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Halal Bihalal berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.

Meskipun terdengar seperti bahasa Arab, namun Halal Bihalal tidak memiliki makna harfiah.

Dilansir laman Kemenko PMK, istilah 'halal' berasal dari kata 'halla' dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna.

Yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Jika ditarik kesimpulan, makna Halal Bihalal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali.

Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Baca Juga: Viral di TikTok Fenomena Ratusan Laba-laba Serbu Tiang Listrik di Bali, Pertanda Apa?

Maka Halal Bihalal adalah suatu kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi.

Sehingga, dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.

Sejarah halalbihalal

Melansir dari laman kompas.com, ada beberapa versi yang menggambarkan bagaimana halalbihalal muncul di masyarakat ketika lebaran tiba.

Simak penjelasannya berikut ini.

Halalbihalal dari Solo

Salah satu versi menyebutkan, halalbihalal berasal dari kata "alal behalal" dan "halal behalal".

Kedua kalimat tersebut tercantum dalam Kamus Jawa-Belanda karya Dr Th Pigeaud pada 1938.

Pigeaud dalam kamusnya mencatat, "alal behalal" memiliki arti salam (datang, pergi) untuk memohon maaf atas kesalahan kepada orang yang lebih tua atau orang lain usai puasa (lebaran, Tahun Baru Jawa).

Di sisi lain, "halal behalal" juga mempunyai arti salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu lebaran).

Disebutkan bahwa tradisi ini berasal dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari, Solo, Jawa Tengah pada 1935-1936.

Baca Juga: Sering Disebut di Momen Lebaran, Istilah Open House Viral di Tiktok, Ini Artinnya

Sebelum Indonesia merdeka, martabak masuk golongan makanan baru bagi masyarakat.

Pedagang martabak di Taman Sriwedari bersama pembantunya lalu mempromosikan dagangannya dengan istilah "Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal".

Bermula dari ungkapan itu, istilah "halal behalal" menjadi populer di Kota Bengawan. Masyarakat kemudian menggunakan istilah ini ketika pergi ke Taman Sriwedari atau silaturahmi ketika Lebaran.

Halalbihalal selanjutnya berkembang menjadi kegiatan silaturahmi saling bermaafan saat Idul Fitri tiba.

Digagas oleh KH Abdul Wahab Chasbullah

Dalam versi lain, sejarah halalbihalal ini berawal dari gagasan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Chasbullah pada 1948.

Dilansir dari Kompas.id (17/4/2023), Indonesia pada masa itu disebut sedang mengalami perpecahan ketika para elitenya bertengkar dan tidak bisa akur.

Presiden Soekarno kemudian memanggil KH Abdul Wahab Chasbullah pada pertengahan Ramadhan 1948 untuk meminta saran dalam mendinginkan suasana politik.

Pada saat itu, KH Abdul Wahab Chasbullah menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Agung.

KH Abdul Wahab Chasbullah kemudian mengusulkan kegiatan silaturahmi ketika hari raya Idul Fitri.

Ia mengusulkan agar acara tersebut diberi nama "halabihalal" yang artinya saling memaafkan, menghalalkan satu sama lain.

Baca Juga: Viral di TikTok selama Lebaran, Berikut Lirik Lagu Ketipak Ketipung Raya - Aish Retno dan Aziz Hendra

Soekarno pun mengikuti saran KH Abdul Wahab Chasbullah dan memanggil para elite politik ke Istana Negara.

Mereka diajak bertemu dan duduk bersama dalam satu meja dengan suasana saling memaafkan.

Pertemuan tersebut menjadi ajang bagi pihak-pihak yang berseberangan untuk membangun dialog yang produktif secara lebih mudah dan bekerja sama dalam memajukan bangsa.

Halalbihalal kemudian populer dilakukan di lembaga pemerintahan, pesantren, dan masyarakat hingga menjadi tradisi khas lebaran sampai saat ini. GridPop.ID (*)