GridPop.ID - Panjang umur rupanya impian banyak orang.
Memiliki usia yang panjang, seseorang pun bisa menikmati hidup lebih lama.
Usia yang panjang ini dialami oleh manusia tertua di Indonesia yang bernama Mbah Arjo asal Blitar.
Baca Juga: Geger Keluarga Ahmad Dhani Sampai Menukik ke Dapur-Dapurnya, Begini Reaksi Tak Terduga Mulan Jameela
Dikutip dari Kompas.com, Mbah Arjo Suwito, kakek asal Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Kakek yang diklaim berusia 193 tahun ini meninggal Selasa (21/5/2019) malam setelah dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, sejak Jumat (17/5/2019) malam.
Sebelumnya, Mbah Arjo pernah ditemui wartawan Tribun Jatim saat masih hidup pada 2018.
Meski tak ada bukti tertulis atau kesaksian orang lain, Mbah Arjo mengklaim usianya sudah 200 tahun lebih.
Namun, sesuai data di balai desanya, Mbah Arjo tercatat kelahiran 1825.
Saat itu, ia hidup bersama anaknya, Ginem (53), anak ke-18 dari istri yang keenam.
Sejak 1990-an, mereka tinggal di lereng Gunung Kelud atau tepatnya di Gunung Gedang yang lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang, yaitu candi yang diperkirakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut ditemukan pertama kali oleh Mbah Arjo pada 1990.
"Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo saat ditemui di rumahnya, Minggu (14/1/2018).
Setahun tak bisa jalan, Mbah Arjo tidak juga tidak bisa beraktivitas.
Meski tinggal di tengah hutan, Mbah Arjo tak kesulitan air bersih karena rumahnya dekat dengan sungai.
Untuk makanan, ia mengandalkan sayur yang ditanam sendiri, seperti daun singkong dan bayam.
Untuk beras, ia mengatakan mendapat jatah beras raskin dari pemerintah.
"Kalau enggak dapat jatah beras, ya saya sudah biasa cukup minum air putih saja," katanya.
Soal tahun kelahirannya, ia mengaku lupa dan hanya ingat harinya, yaitu Selasa Kliwon (pada subuh).
Baca Juga: Lama Bungkam Soal Syahrini hingga Kini Dikritik, Luna Maya Akhirnya Buka Suara
Ia kelahiran Desa Gadungan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari tempatnya sekarang ini.
"Kalau dikait-kaitkan dengan peristiwa zaman dulu soal masa kecil saya, ya saya sudah lupa. Namun, ketika zaman penjajah Jepang, saya sudah beristri yang keenam. Sebab, kelima istri saya itu meninggal dunia sehingga saya menikah lagi dan dapat istri orang Ponorogo, namanya Suminem. Ia meninggal dunia ketika Indonesia merdeka," paparnya.
Sebanyak enam kali menikah itu, ia mengatakan dikaruniai 18 anak.
Namun, 17 anaknya sudah meninggal dunia dan tinggal satu orang, yakni Ginem yang hidup bersamanya dan mengalami keterbelakangan mental.
Mbah Arjo bercerita, saat zaman perjuangan, ia sering bertemu Bung Karno dan Supriadi, pahlawan Pembela Tanah Air (Peta).
Oleh Bung Karno dan Supriadi, ia disuruh menemani melakukan ritual di lerang Gunung Gedang, yang kini menjadi tempat tinggalnya.
"Saat itu saya sudah tua. Pak Karno dan Pak Supriadi masih jejaka sehingga kalau memanggil saya mbah," ujar Mbah Arjo.
Mereka bertemu pada suatu malam dan Mbah Arjo disuruh menemani ritual di lereng Gunung Kelud itu.
"Kalau ritual, saya hanya duduk di sampingnya sampai terdengar ayam berkokok. Namun, antara Pak Karno dan Pak Supriadi, seingat saya, tak pernah melakukan ritual bersama di sini. Saat itu saya lupa sedang terjadi peristiwa apa di Indonesia. Namun, sepertinya sebelum kemerdekaan," katanya.
Dari pengalaman spritualnya itu, ia akhirnya memilih meninggalkan kampungnya dan tinggal di gubuk itu sejak 1990-an.
"Selama tinggal di sini, saya memang sering bermimpi bertemu Pak Karno. Bahkan, dalam mimpi saya itu, Pak Karno sering berkunjung ke sini," ujarnya.
Dikutip dari Tribun Jatim, Mbah Arjo sempat memaparkan kebiasaannya yang membuatnya bisa berusia panjang.
Mbah Arjo mengaku tidak punya tips apa-apa.
Baca Juga: Beli Rumah Seharga Rp 17 Miliar, Iis Dahlia Sampai Rela Gelar Kasur di Studio Demi Lunasi Cicilan!
Setiap hari, Mbah Arjo hanya makan sayuran yang ditanam sendiri dan banyak minum air putih.
"Pesan saya, jangan banyak pikiran. Agar tak sellau kepikiran, jangan menyakiti orang, supaya tak jadi beban. Seperti saya tinggal di sini ini, siapa yang saya sakiti wong tak ada orang lain, selain anak saya," ujarnya.
Selama hidupnya, Mbah Arjo mengaku baru setahun ini merasakan sakit pada kakinya yang tidak bisa digerakkan.
Baca Juga: Lelet Buka Baju saat Berhubungan Intim, Wanita Ini Berdarah-darah Dipukul Suaminya Sendiri
Sekitar setahun yang lalu, Mbah Arjo masih bisa menyangkul atau menanam sayur-sayuran, seperti bayam, mencari kayu bakar, mandi ke kali sendiri yang berada di belakang rumahnya.
Namun, saat sakit itu segala kebutuhannya dilayani sang anak.
"Saya ini nggak pernah sakit, bahkan pilek (flu) saya nggak pernah. Soal makanan, ya seadanya, wong saya sering puasa, karena memang keadaannya tak ada yang dimakan lebih. Kecuali, minum air putih, dan makan apa yang ada," pungkasnya. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jatim |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar