Luhut Pandjaitan juga menyadari bahwa rasa kehilangan SBY tentu akan dirasakan semua orang.
Saat itu pula, lanjut Luhut Pandjaitan, hanya ada air mata yang mampu menumpahkan pedih hati kehilangan orang tercinta sebagaimana yang ditunjukkan SBY.
"Sehebat apapun pencapaian kita, air mata tetap tak ayal dibendung ketika saat itu tiba. Seperti bagaimana saya menyaksikan seorang mantan Presiden yang menangis selayaknya seorang manusia biasa yang terdiri dari darah, daging, tulang dan emosi juga," tulisnya.
Tak berhenti sampai di situ, Luhut Pandjaitan juga menyoroti peti mati yang disiapkan untuk Ani Yudhoyono.
Jauh dari kesan mewah, Luhut Pandjaitan menyebut peti mati untuk Ani Yudhoyono nampak sederhana.
Hal itu justru mengingatkan Luhut Pandjaitan dan banyak orang tentang 'kendaraan' terakhir manusia saat mati kelak.
Tak memandang status siapa diri kita, semua akan sama ketika pulang ke Sang Khalik.
"Masih di National Universty Hospital, 10 sampai 15 menit setelah momen itu, keranda jenazah didatangkan. Melihat begitu sederhananya peti mati yang disiapkan, membuat saya merenung, bahwa inilah yang akan kita semua pakai nantinya," ungkapnya.
"Tidak peduli apakah kita Presiden, Ibu Negara, Wakil Presiden, ataupun hanya manusia biasa, semua sama saja. Ketika sudah selesai waktu kita di dunia ini, kita akan diperlakukan sama. Tinggal masalah kapan, di mana, dan bagaimana kita berpulang," katanya.
Source | : | Kompas.com,Facebook,Tribun Bogor |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar