Dewi mengisahkan bagaimana ia kerap belajar satu kelas dengan sejumlah pastur dan suster Katholik, yang akhirnya justru menjadi teman baiknya.
"Nah ada satu kelas di Theology in Contrast di mana semuanya pastur dan hanya ada tiga perempuan, di mana dua orang diantaranya adalah suster dan satunya yaa saya! Bahkan pernah pada suatu hari kedua teman suster saya tidak hadir dan saya sendirian di kelas, diantara teman-teman pastur yang semuanya berjubah hitam. Tetapi mereka semua sangat baik pada saya. Jadi saya menilai mereka sebagai teman kuliah, yang hanya saja mengenakan seragam berbeda. Itu saja."
Dewi menyadari bahwa tidak semua orang dapat memahami pilihan studi yang ditekuninya. Apalagi setelah kemudian foto pertemuannya dengan Paus Fransiskus mendunia.
"Memang ada orang-orang yang curiga, lalu menuduh dan menilai saya sudah dikristenisasi. Ada juga yang mengkritisi karena saya salaman dengan yang bukan muhrim."
"Saya tunjukkan saja bahwa pertemanan saya dengan orang Kristen atau agama apapun, tidak akan menggoyahkan keimanan saya pada Islam."
"Menurut saya dengan menunjukkan hal itu jauh lebih efektif dibanding saya berusaha menjelaskan panjang lebar dan akhirnya berujung jadi perselisihan. Dengan demikian kita bisa menunjukkan bahwa perbedaan iman bukan sekat untuk bersaudara," pungkasnya. (*)
Source | : | VOA Indonesia,Tribunnews.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar