Dikutip dari Tribun Bali, (12/8/2019), Bendesa Desa Pakraman Padangtegal, I Made Gandra mengatakan, kasus ini telah diselesaikan secara jalur kekeluargaan.
Kesepakatan damai ini telah dilakukan pada rapat, Minggu (11/8/2019) pukul 00.00 Wita hingga 01.00 Wita di kantor desa.
Rapat tersebut dihadiri Kantor Migrasi Denpasar, Polsek Ubud dan semua prajuru desa setempat.
"Kejadiannya terjadi tiga hari lalu di Pura Beji Padangtegal. Di sana sudah ada tulisan dilarang cuci kaki. Dalam sudut pandang kami, cuci kaki saja tidak boleh apalagi yang lain. Tapi mereka sudah minta maaf dan Kertha Desa memaafkan," ujarnya.
"(Memaafkan) ini semata-mata demi kebaikan objek pariwisata kami ke depan. Kami minta pihak terkait menutup permasalahan ini," imbuhnya.
Terkait biaya upakara, Gandra menegaskan pihaknya tidak ada menyinggung permasalahan tersebut.
Dalam hal ini, pihaknya akan menanggung sendiri biaya, tanpa sepeserpun meminta sumbangan pada kedua WNA ini.
"Kami tidak mau dikatakan, karena sudah dikasih uang untuk mecaru, sehingga mau berdamai. Kami tidak ingin dicap seperti itu, makanya semua keperluan untuk upacara ini, kami yang urus," katanya.
Usia kejadian tersebut, jalan masuk ke petirtan Pura Beji tersebut tertutup sejak Senin (12/8/2019) pukul 10.00 WITA, padahal sebelumnya kawasan ini terbuka untuk turis.
Gandra menegaskan penutupan itu dilakukan tidak terkait permasalahan ini.
Source | : | Tribun Bali,Tribun Bogor |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar