"Tidak ada kaitannya dengan ini. Itu ditutup karena kami akan melakukan perbaikan jalan di sana," tandasnya.
Kapolsek Ubud Kompol Nyoman Nuryana menghormati keputusan pihak desa adat.
Karena itu, pihaknya tidak melanjutkan permasalahan ini ke ranah penyelidikan.
“Intinya dari kami, kalau kondisi sudah kondusif, lancar dan nyaman, itu harapan kami. Kedua belah pihak telah menyepakati permasalahan ini secara damai, kami sangat mendukung,” ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan Kepala Kantor Migrasi Kelas I TP Denpasar, Wisnu Widayat.
Pihaknya tidak melakukan penjegalan atau pengusiran kedua WNA ini dari Indonesia.
Hal tersebut lantaran kasus ini tidak dilanjutkan ke ranah hukum.
“Dari segi keimigrasian, dalam UU Pasal 75 dinyatakan bahwa ini masuk tindak pidana umum, jadi imigrasi bisa bertindak. Namun karena sudah ada kesepakatan damai, kita dukung. Kalaupun nanti dilanjutkan (ke ranah hukum) kami siap untuk menindak,” ujarnya.
Anggota DPD RI, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna mengatakan, sebelum tanggal 15 Agustus, kedua WNA ini belum boleh pulang ke negaranya, lantaran harus hadir dalam upacara pecaruan untuk penyucian Pura Beji.
Terkait ketakutannya terhadap ancaman pembunuhan, Wedakarna meminta mereka supaya tidak menyikapinya secara serius.
"Mereka wajib hadir di acara 15 Agustus. Kehadiran mereka secara fisik adalah mutlak. Meski tidak ada kewajiban untuk menanggung biaya upacara, tetapi saya memerintahkan, jika ingin medanapunia, boleh. Sebagai salah satu bentuk penghormatan pada simbol suci yang telah dicemari," ujarnya. (*)
Source | : | Tribun Bali,Tribun Bogor |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar