GridPop.id - Sebuah peristiwa menyedihkan menimpa warga negara Indonesia.
Berharap hidup lebih baik, ternyata yang didapat justru sebaliknya.
Ia mengalami hal yang tak terbayangkan sebelumnya.
Monika (23) warga Pontianak, Kalimantan Barat memiliki pengalaman pahit yang mungkin tak akan pernah ia lupakan.
Tahun lalu, Monika diperkenalkan kepada seorang mak comblang yang menjanjikan kehidupan lebih baik.
Mengutip South China Morning Post, gadis asli Pontianak itu ditawari agar mau menikahi seorang pria asal Tiongkok.
Monika dijanjikan hidup enak, bisa mengirim uang untuk keluarganya di kampung, dan diperbolehkan pulang ke Indonesia kapanpun juga.
Namun, Monika tak menyangka jika tawaran itu merupakan awal dari penderitaannya.
Walau baru satu kali bertemu, Monika langsung menerima tawaran itu karena dijanjikan uang Rp 17 juta sebagai mas kawin.
Dari situ, berangkatlah Monika ke Kota Singkawang, yang berjarak 150 Km dari Pontianak.
Kota Singkawang jadi tempat pertemuan pertamanya dengan pria Tiongkok berusia 28 tahun yang akan dinikahirnya.
Setuju dinikahi, gadis bertubuh kecil dan berambut lurus ini langsung didandani untuk menjalani upacara pernikahan.
Usai menjalani upacara pernikahan, Monika dan sang pria Tiongkok itu langsung menandatangani dokumen pernikahan yang ditulis dalam bahasa Tiongkok dan Indonesia.
Usai resmi menikah, Monika menerima mas kawin Rp 18 juta, yang kemudian dipotong Rp 1 juta sebagai upah sang mak comblang.
Mimpi hidup bahagia Monika seakan sirna setelah ia menginjakkan kaki di Tiongkok.
Disana, Monika baru menyadari jika ia menjadi korban penipuan.
Apa yang dijanjikan kepadanya, ternyata hanya kebohongan belaka.
Sang suami, ternyata hanyalah seorang pekerja serabutan dengan gaji kecil di Tiongkok.
Bukannya hidup nikmat seperti yang dijanjikan, Monika justru dipaksa bekerja dengan mertuanya selama 12 jam setiap harinya.
Meski sudah membantu, Monika tetap sering mendapat cercaan, ejekan, hingga hukuman dari sang mertua.
Hukumannya mulai dari tidak diberi jatah makan hingga dilarang mengakses internet, sehingga dia tidak dapat menghubungi keluarganya di Pontianak.
"Ibu mertuaku sangat menyeramkan. Aku masih trauma setiap kali mengingatnya. Melihatnya dari jauh saja sudah cukup untuk membuatku takut," ucap Monika, dikutip dari South China Morning Post.
Tak cuma ditindas sang mertua, Monika juga kerap disiksa oleh suaminya sendiri.
Setiap kali Monika menolak berhubungan badan dengannya, sang suami langsung memukulinya.
Selama 10 bulan, Monika terpaksa hidup penuh penderitaan.
Tak tahan lagi, gadis Pontianak ini akhirnya melarikan diri ke kantor polisi setempat.
Bermodalkan beberapa kosakata saja, Monika berusaha menceritakan semua masalahnya ke kepolisian.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Monika juga langsung menghubungi kedutaan besar Indonesia di Beijing.
Upaya nekatnya itu pun berhasil.
Pada Kamis, (20/6/2019), Monika akhirnya bisa kembali menginjakkan kakinya di Tanah Air.
"Lega rasanya aku tidak memiliki anak darinya. Apa yang bakal terjadi kepada anakku jika ayah mereka suka memukul ibunya dan punya nenek yang kejam?," ucapnya.
Monika mengaku nyaris gila lantaran harus hidup penuh siksaan di Tiongkok selama 10 bulan.
"Saya amat tertekan selama hidup di China sehingga nyaris gila. Saya menangis tiap malam. Kini saya hanya ingin bekerja agar adik-adik saya bisa sekolah," tutupnya.
Awal bulan Juni 2019 ini, kepolisian Indonesia akhirnya menggerebek rumah yang diduga milik sang mak comblang di Pontianak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, terungkap ada 60 wanita Indonesia lain yang diterbangkan ke Tiongkok untuk dinikahi pria yang sudah memberi bayaran Rp 400 juta per orang.
Sementara itu, kepolisian Tiongkok juga baru saja membebaskan 1.147 wanita asing yang menjadi korban perdagangan manusia.
Diantara ribuan wanita itu, ada 17 gadis malang yang masih dibawah umur, yang berasal dari Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam dan Thailand.
Hingga kini, setidaknya ada sekitar 1.332 orang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus jaringan perdagangan manusia. (*)
Source | : | Grid.ID |
Penulis | : | Agil Hari Santoso |
Editor | : | Grid. |
Komentar