Perlawanan dilakukan, mahasiswa mulai melempar aparat keamanan dengan benda apa pun dari dalam kampus.
Penembakan terhadap mahasiswa diketahui tidak hanya berasal dari aparat keamanan yang berada di hadapan peserta demonstrasi.
Dalam berbagai dokumentasi televisi, terlihat juga tembakan yang dilakukan dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan.
Aparat keamanan tidak hanya menembak dengan menggunakan peluru karet.
Pihak kampus pun menemukan adanya tembakan yang terarah, dengan menggunakan peluru tajam.
"Kita sudah bilang aparat jangan represif, tapi kok seperti ini. Mahasiswa saya ditembaki dengan peluru tajam, dan itu berlangsung di dalam kampus," ujar Adi Andojo yang juga menjadi Ketua Krisis Centre Universitas Trisakti.
"Padahal seharusnya ada prosedurnya. Kok ini tiba-tiba pakai peluru tajam, dan mereka (mahasiswa) sudah berada di dalam kampus. Padahal mahasiswa tidak melawan, tidak melempar batu, dan tidak melakukan kekerasan. Mahasiswa saya itu sudah berangsur-angsur pulang ke kampus," kata Adi.
Wakil Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman yang hadir di kampus Trisakti pun menyatakan adanya serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani aksi massa.
Mahasiswa yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit terdekat, terutama RS Sumber Waras.
Suasana memilukan begitu terasa di Unit Gawat Darurat RS Sumber Waras.
Rasa cemas, sedih, takut, serta marah begitu terasa.
Dalam jumpa pers yang dilakukan, pihak kampus menyatakan ada enam korban tewas, yang beberapa hari kemudian dipastikan ada empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban.
Misteri Penembak
Dikutip dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016) yang ditulis Rosidi Rizkiandi, ahli kedokteran forensik dr Abdul Mun'im Idries mengatakan bahwa hasil visum memang memperlihatkan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh Hery Hertanto.
Peluru itu biasanya digunakan senjata laras panjang jenis Styer atau SS-1.
Saat itu, senjata Styer digunakan oleh satuan Brimob atau Kopassus.
Hasil otopsi Tim Pencari Fakta ABRI juga mengungkap hasil yang sama.
Hal senada juga didapat dari uji balistik di Forensic Technology Inc di Montreal, Kanada.
Namun, Kapolri saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah anak buahnya menggunakan peluru tajam.
Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Persidangan terhadap enam terdakwa beberapa tahun kemudian juga tidak dapat mengungkap siapa penembak mahasiswa yang menggunakan peluru tajam dan motifnya.
Brimob yang sedang mengamankan kerusuhan di sekitar kampus Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.
Enam terdakwa hanya dituduh dengan sengaja tidak menaati perintah atasan.
Misteri penembakan masih menyelimuti sejarah kelam itu.
Akan tetapi, empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 tetap dikenang sebagai pahlawan reformasi.
Komentar