Selama pelayanan ratusan pasien dari berbagai usia yang datang dari Desa Sabaru, Desa Balobaloang, Desa Sabalana, memenuhi Pustu sejak pagi hingga malam hari.
Ada sedikitnya 300 pasien lebih yang ditangani dan 18 diantaranya dilakukan tindakan operasi, mulai operasi mata, tumor serta operasi bedah lainnya.
Selama pelayanan di Matalaang hambatan yang terberat dialami oleh tim dokter yang melakukan operasi di dalam kapal. Selama dua hari gelombang yang ada di sekitar pulau agak besar.
Akibatnya goyangan kapal selama operasi membuat para dokter dan tim pendukung mengalami pusing dan mual.
Dokter Luthfi M. Prasetyo, dokter yang ikut terlibat dalam penanganan pasien di lambung kapal beberapa kali sempat mau muntah akibat goncangan kapal yang sangat kuat.
“Tapi alhamdulillah meski harus berpusing-pusing ria semua operasi berjalan lancar. Salah satu cara untuk menyiasati kami bergantian naik ke dek atas untuk melihat lautan lepas agar pusing mereda,” kata Luthfi yang mengaku sangat terkesan dengan misi kali ini.
Namun memasuki hari kedua goncangan kapal mereda sehingga operasi bisa berjalan lebih lancar.
Kapten Mudatsir mencari cara yakni menggeser posisi kapal untuk mencari titik tertentu dimana ombak tidak terlalu besar menghantam badan kapal.
RELA TINGGALKAN KELUARGA
Kondisi alam yang tidak menentu memang kerap terjadi. Dan itu salah satu menjadi halangan terberat bagi masyarakat kepulauan, salah satunya Matalaang ketika sakit dan perlu perawatan lanjutan.
“Orang meninggal di atas kapal pas menuju rumah sakit di Makassar sering terjadi. Jarak antara Matalaang ke Makassar yang membutuhkan waktu tempuh 14 jam perjalanan apalagi pas ombak besar menjadi persoalan utama,” kata Sriani yang berharap agar pemerintah menyediakan fasilitas serta dokter di kawasan kepulauan sehingga jika ada pasien yang memerlukan penananganan lanjutan bisa cepat diatasi.
Penulis | : | |
Editor | : | Popi |
Komentar