Ketiganya sama-sama pengusaha andal sejak muda, bahkan di antara mereka pernah mendirikan perusahaan bersama.
Sebelum membangun dunia bisnisnya, Garibaldi Thohir bergabung dengan Astra yang saat itu dipimpin oleh ayahnya dengan tujuan belajar.
Setelah merasa cukup, ia mendirikan perusahaan properti dengan membangun aparteman di kawasan Casablanca, Jakarta.
Boy Thohir merupakan investor dan pengusaha pengusaha tambang batu bara. Dia mengembangkan Adaro Energy bersama Edwin Soeryadjaya dan Theodore Permadi Rachmat, sekaligus menjabat presiden direktur.
Pada 1992, Garibaldi bergabung dengan perusahaan tambang di Sawah Lunto Sumatera Barat, yaitu PT Allied Indo Coal.
Pada 1997, dia juga memulai bisnisnya di bidang keuangan dengan mengakusisi perusahaan multi finansial PT Wahana Ottomitra Multiartha atau dikenal dengan sebutan PT WOM Finance.
Di tahun 2005, bersama Theodore Permadi Rachmat, Edwin Soeryadjaya, Sandiaga Uno dan Benny Soebianto, membentuk konsorsium baru membeli saham Adaro Energy dari New Hope, perusahaan asal Australia.
Ini menjadi titik balik dari bisnisnya, karena Garibaldi Thohir berhasil menjadikan Adaro Energy sebagai perusahaan tambang terbesar kedua di Indonesia setelah PT Kaltim Prima Coal, menjadi produsen batu bara terbesar kelima di dunia.
Di tahun 2008, Adaro Energy melakukan penjualan saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) dengan mengusung produk batubara dengan brand Envirocoal, batubara yang ditambang dengan konsep ramah lingkungan.
Berkat kerja kerasnya dengan memproduksi batubara yang ramah lingkungan, pada 2011 Forbes menempatkan Adaro sebagai satu dari 50 perusahaan terbaik di Asia.
Source | : | Kompas.com,Tribunjakarta.com |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar