"Jalan saja terus," kata Sjafrie sambil menirukan ucapan Soeharto.
Saat didemo para demonstran, Soeharto rupanya hanya dikawal oleh tiga pengawal resmi.
Sjafrie sendiri mengaku sudah bersiap mengambil tindakan taktis.
"Kalau tangan saya sampai mereka sentuh, senjata saya harus digunakan,"kata Sjafrie.
Oleh karena itu, tangan kiri Sjafrie pun berusaha memberi batas. Sedangkan, tangan kanannya sudah berada di sarung pistol.
Beruntung, saat itu dia mendapatkan bantuan dari para wartawan Indonesia yang meliput agenda Soeharto.
"Mereka ikut jadi bumper dan pembuka jalan sehingga lemparan benda-benda itu tidak sampai menjangkau Presiden, dan Ibu Negara yang hanya kami lindungi dengan payung beserta rombongannya," tandas Sjafrie.
Sebagaimana diketahui, Soeharto telah meninggal dunia pada 27 Januari 2008.
Jenazah Soeharto dimakamkan di samping makam Tien Soeharto yang telah mendahuluinya pada 28 April 1996 silam, di Astana Giribangun.
Dikutip dari Tribunnews.com, kompleks Astana Giribangun ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.
Di atas komplek Astana Giribangun, terdapat Astana Mangadeg, yakni komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram.
Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, Mangkunegara II, dan Mangkunegara III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan. Yakni untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegara III. (*)
Source | : | Tribunnews.com,Tribun Jatim |
Penulis | : | Veronica S |
Editor | : | Veronica S |
Komentar