"Seperti TNI, Mapala, komunitas sungai, mereka-mereka yang telah terbiasa," ucap dia.
Sementara dalam kasus hanyutnya siswa-siswa SMPN 1 Turi, beberapa di antara korban selamat mengaku belum pernah menyusuri sungai sebelumnya.
"Ini merupakan pengalaman pertama saya seperti ini.Saya luka beberapa di kaki karena terkena batu," kata Salma, siswa kelas 7 SMPN 1 Turi.
Susur sungai termasuk dalam kegiatan pengenalan sungai.
Menurut Agus, bukan hanya menengok kondisi sungai, susur sungai dapat disertai kegiatan lain, seperti pembersihan sungai.
Selain itu, susur sungai menjadi salah satu upaya mengenali potensi sungai.
Kendati demikian, dalam susur sungai bukan berarti mereka harus masuk ke dalam aliran sungai, terlebih bagi anak-anak dan remaja.
"Bagi anak dan remaja, susur sungai bisa dilakukan di luar (aliran) sungai, tidak jalan-jalan di dalam (aliran) sungai," kata Agus.
Sebab, lanjutnya, kegiatan ini berisiko tinggi dan hanya diperkenankan dilakukan orang yang terlatih dan terbiasa.
Agus menambahkan, dalam prosedur yang benar, susur sungai harus memperhatikan kondisi cuaca.
Ditegaskannya, kegiatan susur sungai tidak diperkenankan dilakukan saat musim hujan. Sebab, saat hujan terjadi fenomena alam seperti banjir tidak bisa diprediksi.
"Banjir bandang tidak bisa diduga, debit air bisa tiba-tiba meningkat" kata dia.
Sebenarnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan bahwa wilayah Sleman dan sekitarnya turun hujan sedang hingga lebat saat peristiwa terjadi.
BPBD DIY pun menyatakan, peringatan sudah disebar.
Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana memaparkan, saat susur sungai berlangsung tiba-tiba aliran air dari hulu membesar dan menghanyutkan siswa.
Kemunculan aliran tersebut diperkirakan akibat hujan di hulu Sungai Sempor.
Sekitar 250 siswa yang mengikuti kegiatan pramuka berupa susur sungai di lokasi tersebut pun hanyut.(*)
Source | : | Tribun Bogor |
Penulis | : | None |
Editor | : | Sintia Nur Hanifah |
Komentar