GridPop.ID - Sampai saat ini, pandemi global virus corona belum bisa teratasi.
Bahkan jumlah korban yang berjatuhan dari hari ke hari makin bertambah.
Selain sulitnya mengontrol masyrakat, ternyata virus tersebut juga telah bermutasi semenjak awal mula diumumkan mewabah.
Virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan peyakit Covid-19 menunjukkan kemampuan mutasi baru yang tak boleh dianggap remeh.
Studi yang ditemukan ilmuwan China mengungkapkan, strain bervariasi dari virus corona jenis baru di seluruh negara di dunia telah memberi dampak yang juga berbeda-beda.
Mutasi agresif ini ditemukan oleh Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya di Zhejiang University.
Mengutip dari SCMP via Kompas.com, para ilmuwan mengkonfirmasi untuk pertama kalinya terkait mutasi sangat langka yang bahkan tak pernah diperkirakan sebelumnya.
Sebuah bukti di laboratorium China menunjukkan SARS-Cov-2 dapat menciptakan jenis virus yang lebih mematikan ketimbang lainnya.
"SARS-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya," kata Prof Li dan timnya dalam makalah yang dirilis pracetak di medRxiv.org pada Minggu (19/4/2020), dikutip dari Kompas.com.
Mutasi ini dapat mempengaruhi seberapa besar para virus merusak sel inangnya.
Prof Li menggunakan pendekatan dengan cara menganalisa strain virus yang diisolasi dari 11 pasien Covid-19.
Pasien tersebut dipilih secara acak dari Hangzhou di provinsi timur Zhejiang.
Mereka menguji seberapa efisien virus di dalamnya mampu menginfeksi dan membunuh sel.
SCMP melaporkan, mutasi paling mematikan pada pasien Zhejiang juga telah ditemukan pada sebagian besar pasien di seluruh Eropa.
Sedangkan strain yang lebih ringan adalah varietas dominan yang ditemukan di Amerika Serikat, seperti di negara bagian Washington.
Prof Li mengingatkan mutasi lebih lemah tidak menjamin adanya risiko infeksi lebih rendah.
Lebih dari 30 mutasi virus corona dideteksi menciptakan 19 mutasi atau sekitar 60 persennya adalah mutasi virus baru.
Mutasi baru ini menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, memungkinkan struktur unik di atas selubung virus mampu mengikat sel manusia.
Tim Li memverifikasi teorinya dengan menginfeksi sel menggunakan strain virus corona yang membawa mutasi berbeda.
Parahnya, strain paling agresif dari SARS-CoV-2 mampu menghasilkan viral load 270 kali lebih banyak dibanding jenis virus paling lemah.
"Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan," jelas Prof Li, dikutip dari Kompas.com.
Li dan timnya juga menemukan mutasi langka tri-nukleotida pada pasien berusia 60 tahun.
Yakni mutasi langka dengan tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut.
Ilmuwan mengklaim hal itu tak biasa sebab umumnya sebuah gen bermutasi hanya pada satu situs di satu waktu.
Mutasi yang ditemukan pada pasien itu mengakibatkan feses pasien menjadi sangat menular dengan strain virus tetap hidup.
"Menyelidiki dampak fungsional dari mutasi tri-nukleotida ini akan sangat menarik," kata Prof Li.
Gen virus corona yang bermutasi saat ini juga sangat berbeda dengan gen yang ditemukan kali pertama di Wuhan.
Ilmuwan menyebutkan virus corona umumnya berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.
Namun hingga hari Senin (21/4/2020), lebih dari 10.000 strain yang diurutkan, mengandung sebanyak 4.300 mutasi, lapor China National Centre for Bioinformation.
Temuan studi tersebut menjelaskan adanya perbedaan mortalitas regional.
Virus corona memberikan ketidakpastian dimana tingkat kematian antar negara diketahui sangat bervariasi.
Hal ini akan mempengaruhi upaya pengembangan vaksin, sehingga Prof Li dan rekannya menyarankan agar kemungkinan mutasi virus corona di suatu wilayah dipertegas demi menentukan tindakan yang tepat.
"Pengembangan obat-obatan dan vaksin, walaupun mendesak, perlu memperhitungkan dampak akumulasi mutasi virus corona ini. Untuk menghindari potensi yang lebih buruk," jelas Prof Li.
Sekedar informasi, Prof Li adalah orang pertama yang mengusulkan agar Wuhan melakukan lockdown, melihat virus yang mereka hadapi adalah jenis baru yang belum diketahui penanganannya.
(*)
Source | : | Sosok.id |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar