GridPop.ID - Pertentangan di pangkalan perairan Laut China Selatan seolah tak pernah berakhir.
Belum selesai soal sengketa perairan tersebut, China mulai tunjukkan sifat keserakahannya.
China memperkuat posisi mereka dengan mengeluarkan larangan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan tersebut.
China akan melarang segala bentuk kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan yang telah diklaim oleh Beijing, meliputi antara lain daerah di dekat Scarborough Shoal, Kepulauan Paracel, dan Teluk Tonkin.
Beijing telah mengklaim secara sepihak 80 persen wilayah Laut China Selatan, yang juga diperebutkan oleh negara-negara tetangga, termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.
China pertama kali memberlakukan pelarangan yang sama di perairan itu pada tahun 1999, dengan alasan untuk membantu melestarikan sumber daya perikanan di salah satu daerah penangkapan ikan terbesar di dunia.
Laut China Selatan selama ini menyediakan makanan dan pekerjaan bagi jutaan orang di negara-negara sekitarnya tetapi penangkapan ikan berlebihan dan perubahan iklim mengancam keberlanjutan ekosistem di wilayah itu.
Melansir South China Morning Post (8/5/2020), pelarangan penangkapan ikan diberlakukan guna menjaga stok tangkapan ikan.
Aturan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Mei hingga 16 Agustus dan penjaga pantai China memastikan akan mengambil langkah-langkah ketat untuk menegakkan aturan ini.
Penerapan aturan secara sepihak ini telah menuai protes dari komunitas nelayan di Vietnam dan Filipina.
Mereka mendesak pemerintah mereka untuk mengambil sikap yang tegas.
Protes Vietnam dan Filipina
Baca Juga: 6 Manfaat Rendaman Timun bagi Kesehatan dan Kecantikan Anda, Apa Saja?
Pada hari Jumat (8/5/2020) Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang mengatakan, Hanoi secara tegas menolak keputusan sepihak tersebut.
"Nelayan Vietnam memiliki hak penuh untuk menangkap ikan di perairan di bawah kedaulatan mereka," kata Masyarakat Perikanan Vietnam dalam sebuah pernyataan di situs webnya awal pekan ini.
Mereka juga menyebut bahwa larangan tersebut adalah pelanggaran terhadap hukum internasional dan kedaulatan Vietnam atas Kepulauan Paracel.
Sementara itu di Manila, organisasi perikanan setempat juga meminta pemerintah Filipina untuk tidak menyerah pada penindasan China.
"Pemerintah Filipina seharusnya tidak membuang waktu dan menunggu petugas maritim China untuk menangkap para nelayan kita," kata Fernando Hicap, ketua Federasi Nasional Organisasi Nelayan Kecil.
“Mereka tidak memiliki hak untuk menyatakan larangan menangkap ikan dengan alasan melestarikan stok ikan di perairan laut yang tidak mereka klaim secara hukum.
Mengamankan cadangan pangan
Persaingan untuk mendapatkan hak menangkap ikan merupakan salah satu motivasi utama untuk perselisihan di perairan Laut China Selatan.
Pengamat memperingatkan bahwa pandemi Covid-19 dapat memicu krisis pangan yang akan meningkatkan risiko konflik di wilayah tersebut.
Collin Koh, seorang peneliti di Sekolah Studi Internasional S Rajaratnam di Singapura, mengatakan bahwa pemerintah di kawasan ini dapat meningkatkan dukungan mereka untuk komunitas nelayan lokal dan tugas perlindungan perikanan.
"Ketegangan Laut Cina Selatan pasca-pandemi bisa meningkat karena meningkatnya fokus negara-negara kawasan pada peningkatan ketahanan pangan, di mana ikan merupakan bagian penting dari asupan protein mereka," kata Koh.
PBB telah memperingatkan bahwa sebanyak 265 juta orang akan menghadapi "bencana kelaparan" pada akhir tahun ini sebagai akibat dari pandemi.
Vietnam, pengekspor beras ketiga terbesar di dunia, melarang ekspor antara Maret dan April untuk melindungi pasokan domestik.
Kang mengatakan bahwa sementara tidak akan ada krisis pangan global dalam waktu dekat, jika pandemi terus memburuk, dan lebih banyak ekspor makanan dilarang, negara-negara di kawasan itu mungkin mengirim lebih banyak kapal nelayan ke perairan untuk memastikan keamanan pangan.
"Dalam hal itu, larangan penangkapan ikan di China akan menemui lebih banyak ancaman di masa depan," kata Kang. (*)
(Jawahir Gustav Rizal)
Source | : | intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar