GridPop.ID - Hamil dalam sebuah pernikahan pastinya sangat membahagiakan.
Pasalnya setiap pasangan menanti momen mendapatka keturunan.
Namun, hal ini akan menjadi berbeda ketika dalam kondisi pandemi corona seperti sekarang.
Hamil dan melahirkan di masa pandemi nampaknya memang bukanlah hal mudah.
Selain karena sangat berisiko, prosedurnya pun cukup rumit dan panjang.
Hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk keselamatan ibu dan bayinya.
Namun, hal naas justru dialami seorang ibu di Makassar yang justru harus kehilangan bayinya saat hendak melahirkan.
Ervina Yana, seorang warga di Makassar harus kehilangan bayi dalam kandungannya saat akan dilahirkan.
Jika ingin melakukan persalinan, Ervina diharuskan menjalani rapid test dan swab.
"Ibu Ervina ini peserta BPJS Kesehatan, tapi ditolak tiga rumah sakit karena tidak ditanggung biaya rapid test dan swab," ujar Alita Karen, aktivis perempuan Makassar yang ikut mendampingi Ervina, Selasa (16/6/2020).
Alita menjelaskan, Ervina sejak awal kerap memeriksakan kehamilan ke puskesmas. Namun saat kontraksi, Ervina langsung ke Rumah Sakit Sentosa.
“Karena Vina punya riwayat penyakit diabetes dan tidak kontrol kehamilan di Rumah Sakit Sentosa disarankan untuk rapid test. Kemudian RS Sentosa merujuknya ke RS Siti Hadihjah. Pihak RS Siti Hadihjah beralasan tak mempunyai alat rapid test, swab, dan operasi, kemudian kembali merujuk ke RS Stella Maris,” jelasnya.
Di RS Stellamaris, lanjut Alita, Vina menjalani rapid test dengan membayar biaya Rp 600.000.
Ervina dinyatakan reaktif rapid test dan disarankan untuk menjalani swab test dengan biaya Rp 2,4 juta.
“Pasien tidak sanggup bayar tes swab seharga Rp 2,4 juta. Kemudian keluarga membawanya ke RSIA Ananda,” ungkapnya.
Alita membeberkan, bayi dalam kandungan Ervina saat di RS Sentosa masih bergerak. Namun, setiba di RSIA Ananda dinyatakan meninggal dunia.
“Keterangan dokter Ervina besok pagi akan operasi jika hasil swab sudah keluar,” pungkasnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | kompas |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |
Komentar