"Yang sehat itu kalau kita punya kompetensi tertentu untuk dibanggakan. Kalau skill-nya biasa-biasa saja maka dia butuh atribut, yaitu barang-barang duniawi," kata psikolog yang biasa disapa Adella itu.
Barang-barang bagus, lokasi liburan, hingga makanan di restoran yang kerap dipamerkan seseorang di media sosial, menurut Adella dianggap sebagai pelengkap kepribadian.
Ketika seseorang mampu membeli barang-barang mahal, ia berharap gengsinya akan naik di lingkungannya.
Apalagi kalau banyak teman-teman di media sosial yang merasa kagum dan iri.
"Kalau gadget-nya enggak baru lalu ia merasa lemah, merasa bukan siapa-siapa. Gadget identik dengan kepribadian karena tak bisa kalau enggak ada," ujar pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya Jakarta ini.
Fenomena tersebut kemudian ditangkap oleh dunia bisnis sehingga lahirlah konsumerisme.
Setiap produk yang baru ditawarkan sebagai gaya hidup modern dan langsung ditangkap oleh konsumen tanpa berpikir panjang.
GridPop.ID (*)
Source | : | TribunSolo.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Sintia N |
Komentar