GridPop.ID - Biasanya masalah pengangguran di akibatkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.
Namun hal tersebut tak berlaku di Timor Leste.
Pemuda Bumi Lorosae itu justru akan menganggur jika menempuh pendidikan terlalu tinggi.
Pengangguran kaum muda menjadi salah satu masalah mendasar Timor Leste sejak kemerdekaannya.
Kerumunan pemuda Timor Leste yang berdiri di depan Kedutaan Besar Portugis di Dili bukanlah hal asing yang dapat dilihat di negara tersebut.
Tak lain tak bukan mereka mengantri untuk mendapatkan paspor Portugis.
Paspor Portugis itu merupakan kesempatan untuk melihat masa depan yang lebih baik di Eropa dengan menjadi pekerja migran.
Pemuda Timor Leste seringkali tak memiliki banyak pilihan, yaitu antara tetap berada di negaranya tapi menganggur atau pergi dari kampung halamannya dan bekerja di luar negeri.
Ironisnya, diantara pengangguran di Timor Leste justru banyak yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Melansir The Interpreter (2/10/2020), menurut analisis dari Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste terbaru, tingkat pengangguran di antara orang muda dengan pendidikan universitas adalah 20%.
Angka itu lebih tinggi dari tingkat pengangguran orang muda tanpa pendidikan maupun tingkat pengangguran orang muda dengan pendidikan menengah.
Laporan Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste terbaru yang juga juga menyajikan analisis tentang tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi risiko pengangguran.
Sementara pengangguran dengan pendidikan universitas adalah 20 %, untuk pengangguran pada kaum muda tanpa pendidikan atau nonformal di bawah 10% dan tingkat di antara orang muda dengan pendidikan menengah adalah 18%.
Secara umum, laporan tersebut menunjukkan kaum muda berusia antara 15 dan 24 tahun merupakan 20% dari total populasi pada tahun 2015.
Kemudian orang muda hanya 14% dari total angkatan kerja, mereka merupakan lebih dari dua pertiga pengangguran di Timor Leste.
Laporan Analitis Angkatan Kerja menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kaum muda pada tahun 2015 mencapai 12,3%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 4,8%.
Sementara itu, Analytical Report on Education menunjukkan bahwa kaum muda yang tidak bekerja dan tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan (NEET) mencapai 27,7%.
Menariknya, 53,4% kaum muda yang telah menyelesaikan pendidikannya tidak bekerja pada saat pencacahan tahun 2015.
Diskusi tentang tingkat pengangguran muda yang tinggi berkisar pada dua tema, yaitu kurangnya kesempatan kerja dan kurangnya keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja.
Tidak adanya lapangan kerja bagi orang-orang muda telah banyak dilaporkan di media yang dan dibesarkan oleh badan-badan pembangunan di negeri ini, khususnya masyarakat sipil organisasi .
Demikian pula masalah keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri juga menjadi sorotan dalam penelitian terkait pekerja migran Timor di Inggris, program pekerja musiman di Australia , dan program kerja sementara di Korea.
Pada saat yang sama, pengusaha menggarisbawahi kesulitan dalam menemukan pekerja yang sesuai dengan profil yang mereka cari.
Misalnya, pengusaha menemukan bahwa sebagian besar karyawan kurang memiliki keterampilan lunak seperti komunikasi dan manajemen yang sangat mereka hargai.
Selanjutnya, Survei Kewirausahaan dan Keterampilan yang dilakukan oleh Sekretariat Pemuda dan Tenaga Kerja pada tahun 2017 mengidentifikasi kesenjangan keterampilan yang dominan di sektor konstruksi, ritel, dan otomotif.
Karena sektor-sektor tersebut dapat menyediakan pekerjaan bagi banyak kaum muda, temuan semacam itu harus ditanggapi dengan serius.
Apapun faktor penyebabnya, kehadiran banyak kaum muda yang menganggur di negara ini dengan sendirinya merupakan fakta yang mengkhawatirkan.
Realitas anak muda yang pergi - setidaknya sebelum Covid-19 menghentikan perjalanan internasional - untuk Eropa atau program pemerintah yang mengirim pekerja ke Australia dan Korea Selatan menunjukkan kurangnya peluang yang perlu ditangani.
Sementara itu, prevalensi pekerja asing dalam pekerjaan yang berhubungan dengan atap, pertukangan kayu dan perdagangan lainnya memperlihatkan kurangnya keterampilan langsung yang dibutuhkan di bidang-bidang ini.
Perekonomian Timor Leste sangat bergantung pada pengeluaran pemerintah, dan selama bertahun-tahun, sektor publik telah menjadi pemberi kerja terbesar di sektor formal.
Pemerintah memiliki peran penting untuk dimainkan dalam menangani pengangguran kaum muda Timor Leste.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di GridHot.ID dengan judul, Pendidikan Seperti 'Kutukan', Pemuda Timor Leste Hanya Punya 2 Pilihan, Nganggur atau Jadi Pekerja Migran
Source | : | GridHot.ID |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar