GridPop.ID - Hari ini tepat 26 tahun Gunung Merapi mengalami letusan dahsyat.
Kubah lava puncak barat Merapi tiba-tiba runtuh pada 22 November 1994 karena letusan.
Ambrolnya kubah lava itu memicu luncuran awan panas menuju hulu Kali Krasak.
Namun karena aliran penuh material, luncuran awan piroklastika atau wedhus gembel (awan panas) berbelok ke hulu Kali Boyong.
Permukiman penduduk di kaki bukit Turgo dan Kaliurang Barat terbakar.
Petaka itu datang tak disangka-sangka.
Luncuran awan panas juga terus terjadi susul menyusul.
Di kaki bukit Turgo, petaka mengerikan terjadi.
Puluhan orang bergelimpangan tewas.
Korban paling banyak ditemukan di rumah warga yang saat itu menggelar hajat pernikahan Marijo dan Wantini.
Permukiman di Dusun Tritis, Ngandong, Turgo, dan Tegal, porak-poranda.
Panut, petugas pengamatan Merapi di Pos Plawangan, menceritakan pengalamannya.
Pada detik-detik kejadian itu, Panut sedang menerima telepon dari kerabat tetangganya di Jakarta.
Ia dalam posisi lepas kerja, di rumahnya di Kaliurang.
Pos Plawangan terletak di puncak bukit Kaliurang.
Waktu kejadian hanya dijaga Sugiyoto, yang menunggu kedatangan partner kerja satu shift.
Panut sehari sebelumnya lepas piket.
Sore 21 November 1994, ia tak melihat gejala gunung itu bakal meletus.
Tapi cuaca lebih cerah. Bahkan hawa terasa sangat gerah di Kaliurang.
Rupanya, saat Panut menerima telepon dari kerabat tetangganya di Jakarta.
Sugiyoto juga meneleponnya.
Kelak diketahui, Sugiyoto hendak mengabarkan Merapi meletus.
Awan panas meluncur bergulung-gulung ke barat daya.
“Selesai menerima telepon itu, saya mendengar suara gemuruh dari arah puncak Merapi. Wah, meletus, pikir saya,” kata Panut di kediamannya di Kaliurang, Sabtu (21/11/2020).
“Saya langsung lari pontang-panting menuju Tlogo Nirmolo,” sambung petugas pengamat Merapi sejak 1975 ini.
“Belum ada motor waktu itu. Lari sekitar 1,5 kilometer dari rumah ini ke Tlogo Nirmolo. Saya bilang ke petugas penjaga loket, Merapi meletus, berjaga-jaga, dan jangan izinkan siapapun naik ke Plawangan,” ungkap Panut yang diangkat jadi PNS sejak 1981.
Tlogo Nirmolo waktu itu pusat rekreasi yang ramai dikunjungi pelancong.
Setelah itu, ia bersicepat naik ke Plawangan.
Berlari ia mendaki jalan setapak, tak menghiraukan keselamatan dirinya.
Di benaknya, ia hanya berpikir harus cepat sampai Pos Plawangan.
Suara gemuruh semakin keras terdengar.
Napas Panut tersengal-sengal saat pendakian kilat itu. Ketika meniti tanjakan di sisi timur Kali Boyong, Panut menoleh ke alur sungai.
“Gelombang awan panas sudah membanjiri sungai. Di sisi barat melambung menabrak bukit Turgo,” jelasnya.
Panut tak berhenti. Ia terus berlari menuju Pos Plawangan.
“Awan panas itu paling besar yang pernah saya lihat.
Bergulung-gulung dari lereng, menyusuri Kali Boyong.
Hari berikutnya saya baru tahu jarak luncurannya mencapai 6,5 kilometer,” ujar kakek 7 cucu ini.
“Ujung luncuran awan panas sampai di sebelah barat Museum Ullen Sentalu sekarang,” imbuh Panut yang alumni Sekolah Teknik Negeri 4 Pakem (setara SMP).
Ketika ia akhirnya mencapai Pos Plawangan, Sugiyoto juga baru saja kembali dari arah Tlogo Putri.
Rupanya ketika luncuran awan panas terbesar terjadi, Giyoto, panggilan akrab Sugiyoto, berusaha menyelamatkan diri turun ke Kaliurang lewat jalur Tlogo Putri.
Tapi akhirnya ia batal turun begitu ingat, sebelumnya menelepon Panut.
Ia berpikir pasti sejawatnya itu akan menyusul jika terjadi letusan.
Keduanya akhirnya bersalaman di Pos Plawangan, saling berucap syukur dalam kondisi selamat.
Menurut Panut, kondisi Pos Plawangan relatif utuh. Hanya terpapar abu vulkanik cukup tebal.
Sebagian bercampur pasir panas.
“Saya tidak merasakan ternyata tengkuk saya terkena pasir panas.
Beberapa hari kemudian luka seperti terkena herpes,” kenang Panut yang dilahirkan di Kaliurang, 5 Oktober 1953. Ia memulai sekolah di SD Kaliurang I, satu-satunya sekolah yang ada di kawasan Kaliurang kala itu.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Letusan Gunung Merapi 22 November 1994 Lava Panas Mengarah ke Lokasi Hajatan, Menewaskan 64 Orang
Source | : | tribunews |
Penulis | : | None |
Editor | : | Septiana Hapsari |
Komentar