GridPop.ID - Demi memberantas virus Covid-19, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program vaksinasi.
Melansir dari Kompas.com, vaksinasi tahap pertama telah berjalan 12,70 persen dan vaksinasi tahap 2 sebanyak 5,50 persen dari target.
Hingga kini, program vaksinasi lebih diproritaskan pada orang tua ketimbang anak-anak.
Hal ini merujukpada Keputusan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI No HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 terkait syarat penerima vaksin Covid-19.
Syarat kelompok usia yang diperbolehkan mendapat suntikan vaksin adalah orang dewasa yang sehat dengan usia di atas 18 tahun.
Sebab, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), sangat jarang anak-anak terkena kasus Covid-19 yang parah.
Bahkan disebutkan, tingkat rawat inap Covid-19 lebih tinggi 80 kali di antara orang dewasa yang berusia di atas 85 tahun daripada di antara anak-anak berusia 5 hingga 17 tahun.
Tingkat kematian orang dewasa yang berusia di atas 85 tahun juga sangat jauh, yaitu 7.900 kali lebih tinggi daripada anak-anak.
Memang selalu ada pengecualian. Anak-anak juga ada yang sudah dirawat di rumah sakit dan meninggal karena virus ini.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa anak-anak dapat mengembangkan gejala jangka panjang setelah infeksi seperti orang dewasa.
Akan tetapi, secara umum, anak yang terkena Covid-19 cenderung memiliki kasus yang cukup ringan dan sembuh total.
Meski begitu, wakil direktur divisi pediatrik penyakit menular di Children's. dari Alabama Dr. David Kimberlin mengatakan keluarga tidak boleh terburu-buru hidupan pra-pandemi.
Bahkan, jika kedua orangtua sudah diimunisasi lengkap.
Ia menjelaskan, semakin banyak orang dewasa yang divaksinasi, jumlah kasus, tingkat positif tes, dan rawat inap harus terus menurun.
Akan tetapi, untuk saat ini, masih paling aman mengatur dengan ketat jadwal bermain untuk anak-anak di luar rumah.
Padahal seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, Menteri Pendidikan dan Kebidayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bakal akselerasi sekolah tatap muka Juli 2021 mendatang.
Nadiem menilai, Pembelajaran Jarak Jauh (JHH) dapat berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan.
Risiko siswa mengalami putus sekolah juga akan meningkat, karena anak terpaksa membantu keuangan keluarga ditengah krisis pandemi.
Tak hanya itu saja, dampak lainnya ialah adanya penurunan capaian belajar, kekerasan kepada anak, dan risiko eksternal lainnya.
Dijelaskan Nadiem, sejak Januari 2021, penentuan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara terbatas merupakan hak prerogatif pemda. Pada awal tahun sudah diperbolehkan PTM secara terbatas.
"Bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya tatap muka itu keputusan mereka untuk anaknya masih di rumah, ujung-ujungnya keputusan itu ada di orang tua. Tapi saat guru sudah divaksinasi, sekolah wajib memberikan opsi tatap muka terbatas," ungkap Nadiem.
Hal itu tentu mengacu pada ketentuan PTM yakni untuk daerah yang termasuk zona hijau dan kuning dari sebaran Covid-19 sudah diperbolehkan untuk menggelar PTM.
Namun hingga saat ini di zona hijau hanya 56 persen yang melaksanakan pembelajaran tatap muka dan pada zona kuning baru 28 persen yang melakukan kegiatan belajar mengajar secara langsung.
Meski demikian, dengan adanya program vaksinasi ini, Mendikbud menegaskan bahwa pihaknya berupaya agar PTM di sekolah bisa diakselerasi.
"Learning loss yang sifatnya permanen itu akan terus terjadi jika kita tidak segera melakukan tatap muka. Kebijakan ini bertujuan untuk mengakselerasi proses pembelajaran tatap muka di Indonesia," terang Nadiem.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar