Imam menyebutkan bahwa perkataan itu menandakan bahwa Atta menganut budaya patriarki yang kental dimana ia mengira kedudukannya sebagai suami lebih tinggi dari istrinya.
"Pernyataan seperti itu, bahwa suara suami adalah suara Tuhan, itu sesungguhnya sebagai cerminan dari masyarakat patriarki. Dan itu dipengaruhi oleh faktor budaya dan juga agama," ujar Imam Mahei.
Imam Mahei memperkirakan pemikiran Atta tersebut dipicu dari nasihat pernikahan yang mungkin selama ini kerap didengarnya.
Terutama tentang kedudukan pria yang lebih superior dibanding wanita.
Padahal, untuk dapat membangun keluarga yang baik, dibutuhkan kesetaraan dan keseimbangan peran antara suami dan istri.
"Saya menduga pernyataan semacam itu memang berangkat dari nasihat-nasihat perkawinan selama ini yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan," tucap Imam Mahei.
"Oleh karena itu kita seharusnya sudah mulai membangun relasi keluarga yang setara dan adil. Dan itu memposisikan perempuan setara di dalam kemanusiaannya dengan laki-laki," tandasnya.
Komentar