GridPop.ID - Semenjak virus Covid-19 hadir di awal 2020, para ilmuwan seluruh dunia bergegas mempelajari bagaimana sistem imun tubuh merespon virus Covid-19.
Beberapa ilmuan ada yang menyatakan bahwa virus bisa disembuhkan lewat transplantasi plasma darah yang sudah memiliki antibodi, yakni milik mantan pasien yang sudah sembuh dari serangan virus corona.
Meski begitu, ada pula ilmuwan lain yang menyatakan bahwa ada kasus yang menunjukkan transplantasi itu hanya memberikan efek plasebo—kesembuhan palsu yang tidak begitu valid.
Penelitian terkait antibodi kemudian dilanjutkan oleh para ilmuwan di Australia yang menliti bagaimana sistem kekebalan tubuh kita merespon Covid-19.
Melansir dari National Geographic Indonesia, mereka menemukan, bahwa infeksi varian awal pada tahun 2020 menghasilkan antibodi berkelanjutan, tetapi tidak seefektif terhadap varian virus yang ada saat ini.
Para ilmuwan mempublikasikan laporannya di PLOS MEdicine pada Selasa (06/07/2021). Penelitian itu berjudul, SARS-Cov-2 Neutralizing Antibodies: Longevity, Breadth, and Evasion by Emerging Viral Variants.
Kelompok penelitian itu menganalisis serum dari 233 orang yang terjangkit virus corona selama tujuh bulan.
Serum individu yang terinfeksi virus menarik diteliti, lantaran itu merupakan bagian dari darah kita yang mengandung informasi penting terkait sistem kebelana tubuh kita.
Analisis serum memungkinkan para ilmuwan untuk membuat garis waktu terperinci tentang tingkat 'antibodi penetralisir' yang bermunculan akibat infeksi Covid-19.
Antibodi yang bisa menetralisir adalah bagian dari garda terdepan perlindungan dalam sistem kekebalan kita.
Mereka muncul akibat dipicu infeksi dan vaksinasi, yang bertugas untuk melindungi sel yang biasanya menjadi target patogen agar tidak terinfeksi.
Ternyata, dalam penelitian ini, dari 233 orang yang dianalisis terdapat kalangan 'penanggap super' yang langka, dan diidentifikasi sebagai pengecualian.
Mereka adalah yang memiliki tingkat antibodi yang stabil dan kuat melawan semua varian Covid-19, tulis para ilmuwan.
Dikutip dari SciTechDaily, para ilmuwan mengatakan kelompok ini terbukti berguna untuk menyelidiki potensi plasma penyembuhan.
Sehingga dapat diartikan, penyembuhan yang lewat plasma darah dari yang sudah sembuh untuk didonorkan ke pasien kronis yang dianggap tidak efektif, bisa diselidiki lebih lanjut.
Selain itu, donor utama dapat dilihat dengan cermat dan antibodi kelompok 'penanggap super' ini dikloning untuk penggunaan terapeutik di masa depan.
Dalam laporannya, para ilmuwan menunjukkan bahwa antibodi yang berkembang selama gelombang pertama dari pagebluk, telah mengurangi efektivitas terhadap enam varian.
Saat ini belum ada satu pun terapi definitif yang benar-benar menyembuhkan pasien yang terinfeksi Covid-19.
Para peneliti dan tim medis melakukan berbagai pendekatan perawatan yang berbeda. Salah satu perawatannya adalah terapi plasma konvelesen.
Melansir Kompas.com Plasma konvalesen adalah plasma yang diambil dari pasien yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Plasma adalah bagian dari darah yang mengandung antibodi.
Pasien yang telah sembuh dari Covid-19 diharapkan telah memiliki antibodi sebagai perlawanan sistem imun terhadap virus SARS-CoV-2.
Terapi plasma konvalesen adalah terapi yang dilakukan dengan mendonorkan plasma orang yang telah sembuh dari Covid-19 kepada pasien yang masih terinfeksi.
Hal ini dilakukan dengan harapan akan membantu antibodi pada tubuh pasien yang masih sakit.
Sehingga terapi ini mampu mencegah penyakit berkembang lebih parah dan mempercepat waktu penyembuhan.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar