"Kami berharap supaya setelah tanggal 2 Agustus kami diberi kelonggaran berjualan sampai jam 23.00. Kita tetap tidak bisa jualan dengan rentan waktu 1,5 jam, sama saja kita tutup," lanjutnya.
Menurutnya, pemasangan bendera putih ini bukanlah bentuk protes kepada pemerintah, tetapi merupakan ungkapan perasaan para pedagang bahwa mereka merasa kesulitan menghadapi pandemi, yang membuat ekonomi mereka lumpuh.
"Bukan protes, imbauan supaya mengerti perasaan PKL bahwa ekonomi lumpuh total tidak ada pedagang tidak ada pengunjung," kata dia.
"Menyerah secara universal. Kami enggak bisa berbuat apa-apa lagi," ungkapnya.
Sementara itu, seorang PKL Malioboro, Dimanto (64) mengungkapkan, sejak pandemi Covid-19, dirinya belum mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah.
Aksi pemasangan bendera putih ini sekaligus untuk mengetuk hati pemerintah agar memberikan sedikit bantuan kepada para pedagang di Malioboro.
"Ya kalau kaki lima parah, terutama kuliner. Karena sejak Covid-19 ada belum pernah ada bantuan apapun dari pemerintah.
Kita mengetuk hati pemerintah supaya memberikan sedikit bantuan kepada terutama pedagang kaki lima yang ada di Malioboro," katanya.
Kondisi saat ini, menurutnya, cukup berat, karena sekarang ini diperbolehkan berjualan tetapi akses masuk Malioboro masih ditutup sehingga belum banyak pengunjung yang datang.
"Kita membuat makanan tok tapi tak bisa jual. Pembeli belum ada. Kalau akses dibuka mungkin banyak pembelinya. Kalau sekarang ditutup belum ada pembeli," katanya.
"Kita jualan sehari bisa nutup kulakan saja sudah Alhamdulillah," katanya.
Source | : | Kompas.com,Tribun Jogja |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar