Ia mengatakan, bisnis percetakan sebelumnya sempat lesu saat pandemi. Namun kini kembali menggeliat lantaran banyak masyarakat yang mencetak sertifikat vaksin menjadi kartu.
"Omzet jutaan, satu kartu kan 25.000 rupiah, dikalikan saja ratusan kartu perhari," kata dia.
Tak sembarangan mencetak, jaga kerahasiaan data pencetak Eru mengatakan tidak semua permintaan cetak sertifikat vaksin dia layani.
Dia menceritakan melakukan cek dan memastikan apakah sertifikat vaksin tersebut asli atau tidak sebelum dicetak.
"Pernah ada yang mau bayar Rp 100.000 minta buatkan kartunya, tapi dia belum vaksin, saya tolak, itu pemalsuan namanya," kata dia.
Dengan banyaknya pencetakan kartu itu juga, ia menambahkan, tempatnya menjamin kerahasiaan data pemilik sertifikat vaksin.
Karena sertifikat yang sudah dicetak tidak disimpan dan langsung dihapus saat itu juga.
"Untuk kerahasiaan data, langsung dihapus setelah di-print, selain itu kalau disimpan juga nanti lemot komputernya kalau banyak file yang tersimpan," kata Eru.
Salah satu warga yang mencetak sertifikat vaksin adalah Mastur Huda (39). Dia mengaku mencetak sertifikat tersebut untuk keperluan perjalanan karena dirinya hendak ke Lampung naik kapal laut.
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Veronica S |
Komentar