GridPop.ID - Pandemi covid-19 sampai saat ini masih terus menghantui masyarakat nyaris di seluruh dunia.
Bahkan virus corona penyebab covid-19 pun masih terus berkembang dan bemutasi hingga memunculkan berbagai varian baru.
Mulai dari varian Alpha, Beta, Delta, Gamma, Lambda dan varian-varian lainnya yang ditemukan di berbagai penjuru dunia.
Mirisnya lagi, mutasi virus corona itu semakin lama tampak semakin ganas hingga mampu meluluhlantakkan berbagai negara.
Indonesia contohnya, selama 2 bulan terakhir ini negara kita mengalami lonjakan kasus yang teramat tajam akibat kemunculan varian Delta.
Melansir pemberitaan National Geographic via Kontan.co.id, virus corona varian Delta tercatat pertama kali masuk ke Indonesia pada 2 Juli 2021 lalu.
Sejak saat itu, jumlah kasus positif covid-19 di Indonesia meningkat secara drastis hingga membuat sejumlah fasilitas kesehatan kewalahan.
Belum rampung masalah varian Delta, dunia kembali dihebohkan dengan kabar kemunculan varian baru yang disebut-sebut sebagai covid-22.
Waduh, apa lagi ya covid-22 ini?
Mengutip Kompas.com, hingga Senin (24/8/2021) sore, ada lebih dari 58 ribu cuitan di Twitter tentang Covid-22 dari seluruh dunia.
Sebagian besar orang bingung dengan istilah ini.
Apakah ini istilah resmi baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), CDC, atau organisasi lainnya?
Dilansir dari Forbes, Senin (24/8/2021), Bruce Y. Lee yang seorang Profesor Kebijakan dan Manajemen Kesehatan di City University of New York (CUNY) menjelaskan bahwa istilah Covid-22 muncul dari apa yang disampaikan oleh Sai Reddy, PhD, seorang profesor imunologi di ETH Zurich, Swiss.
Dalam pemberitaan di The Sun, Reddy memperingatkan bahwa varian baru yang bisa menimbulkan risiko besar kemungkinan akan muncul di tahun 2022.
"Covid-22 bisa lebih buruk dari yang kita saksikan sekarang," kata Reddy dalam laporan The Sun.
Di artikel tersebut, Reddy menggunakan istilah Covid-21 untuk merujuk pada varian Delta.
Menurut Lee, penggunaan istilah Covid-21 yang merujuk pada Delta adalah keliru. Dia memberikan tiga alasan.
Pertama, perlu diketahui bahwa varian Delta pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020, bukan 2021.
Kedua, varian Delta merupakan hasil mutasi dari SARS-CoV-2 asli yang menyebabkan Covid-19.
"Jadi tidak boleh digunakan istilah Covid-21 untuk menggambarkan varian Delta," demikian tulis Lee untuk Forbes.
"Jika memang ingin menggunakan angka untuk menggambarkan varian Delta, bisa disebut varian B.1.617.2 yang merupakan istilah lainnya."
Ketiga, saat ini tidak ada Covid-22 karena tidak ada yang tahu apa yang terjadi di tahun depan.
Saat ini, varian yang paling mengkhawatirkan di dunia adalah varian Delta dan Delta Plus yang lebih menular dari versi vrius asli.
Selain Delta, ada varian Lambda yang secara teknis masih terdaftar dalam variant of interest, bukan variant of concern dalam klasifikasi WHO.
Varian Lambda telah menyebar ke lebih dari 30 negara.
Lee pun mengatakan bahwa semua vaksin Covid-19 yang beredar hingga saat ini masih menawarkan perlindungan untuk melawan varian virus corona.
Namun, memang ada kekhawatiran bahwa vaksin tidak cukup efektif melawan varian Delta dan Lambda dibanding varian lainnya.
Bisakah varian yang lebih menular muncul tahun depan pada tahun 2022?
Lee mengatakan, ada kemungkinan tahun depan muncul varian yang lebih menular dibanding Delta. Tapi ini masih kemungkinan.
"Selama virus terus bereproduksi dan menyebar, munculnya varian baru yang lebih buruk dapat terjadi," katanya.
Dia menjelaskan, setiap kali virus berkembang biak di dalam sel seseorang, ia dapat melakukan mutasi pada kode genetik virus yang dihasilkan.
Mutasi itu bisa membuat virus lebih lemah atau lebih kuat.
"Selama struktur protein spike pada virus tidak terlalu banyak berubah, perlindungan dari vaksin masih mampu menjaga agar situasi tidak lebih buruk."
Ini Kata WHO Salah satu kekhawatiran varian terbesar adalah munculnya "varian pelarian".
Varian pelarian adalah versi virus yang sangat berbeda dari versi aslinya sehingga dapat lolos atau menghindari perlindungan yang ditawarkan oleh vaksin dan kekebalan alami.
Ketika virus sangat berbeda dari versi asli, sistem kekebalan tubuh tidak dapat mendeteksi virus secara memadai atau menghasilkan respons untuk melawannya.
"Perlu diingat bahwa perubahan virus cenderung terjadi secara bertahap," kata Lee.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Sintia N |
Editor | : | Sintia N |
Komentar