"Karena panik juga, saya kemudian mencampurkan air ke dalam wadah, tapi saat itu saya memang sudah batuk tanpa henti."
"Saya bernapas melalui mulut tapi bau tersebut sudah sampai ke dada saya dan menimbulkan rasa sesak hingga kesulitan bernapas. Saya merasa engap dan setelah itu muntah," jelasnya.
Ia kemudian berlari ke luar rumah yang terletak di Alma, Bukit Martajam untuk menghirup udara segar.
Namun Idayu tetap tidak bisa bernapas dengan lancar.
"Saya dan suami keluar rumah untuk menghirup udara segar karena sesak napas. Saya kemudian memutari tempat parkir dan mencoba untuk menenangkan diri karena saat itu saya merasa terengah-engah."
"Mencoba bernapas namun tetap masih terasa begitu berat," kata Idayu.
Sang suami kemudian bergegas membawa istrinya ke rumah sakit.
"Saat itu suami saya cepat-cepat membawa saya ke rumah sakit. Beruntungnya anak saya baik-baik saja."
"Ia hanya menangis karena batuk-batuk. Saat di dalam mobil anak saya bisa bernapas lega saat AC dinyalakan, tapi saya masih susah untuk bernapas," jelas Idayu.
Setiap hari Idayu terpaksa menggunakan nebulizer untuk membantunya bernapas dengan lancar.
"Dokter mengambil darah kemudian memberiku nap dan memberikan air. Setelah itu, dadaku merasa baik, sebelumnya begitu sakit dan saya menangis karena terasa akan mati," ungkapnya.
Source | : | Kompas.com,tribuntrends |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar