GridPop.ID - Wanita ini menjadi sorotan setelah menjalani pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh laki-laki.
Diketahui, wanita ini memilih bekerja sebagai mandor bangunan.
Dikutip oleh tribunnewsmaker.com dari New York, pada 13 November 2021, wanita tersebut bernama Autumn Westfall.
Autumn bekerja menjadi tukang bangunan untuk menghidupi kedua anaknya.
Dirinya adalah single parent dari dua anak balita perempuan.
Sosoknya pun menarik perhatian karena jarang wanita yang mau menjadi kuli bangunan.
Apalagi, Autumn juga memegang jabatan sebagai mandor.
Profesi tersebut sebagian besar didominasi oleh laki-laki.
Autumn sendiri adalah mandor di tempatnya bekerja.
Dirinya kerap menceritakan pengalamannya bekerja melalui akun TikToknya yang sudah memiliki belasan ribu pengikut.
Autumn sering curhat dirinya di tempat kerja kerap tak dianggap.
Dirinya sering diremehkan oleh rekan kerjanya karena seorang wanita.
Email yang dikirimnya sering diabaikan dan tidak dibaca.
Saat ada klien, mereka lebih suka berbicara dengan para pria.
Seolah-oleh dirinya hanyalah hiasan yang bisa disuruh-suruh melayani.
Autumn pun ingin hal ini dapat berubah di masa depan.
Terutama ketika anak-anaknya juga bekerja di bidang yang didominasi laki-laki.
Selain menjadi tukang bangunan, Autumn juha bekerja paruh waktu sebagai model.
Wanita ini tergabung di Directions USA Models, Powerhouse Modeling Agency di North Carolina.
Demi anak-anaknya, Autumn rela membanting tulang melakukan pekerjaan apapun.
Profesinya tersebut didukung oleh sang kekasih, Hunter.
Sang kekasih tak masalah jika Autumn bekerja sebagai tukang bangunan.
Kasus yang dialami oleh Autumn ini bisa dibilang bentuk dari deskriminasi perempuan terhadap pekerjaan.
Di Indonesia, stigma deskriminasi perempuan masih terus ada.
Dilansir dari laman kompas.com, Peneliti dari CEDAW (The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) Working Group, Estu Fanani, mengatakan bahwa saat ini tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan masih banyak terjadi.
Menurutnya, praktik diskriminasi tersebut banyak terjadi di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil.
Bentuknya pun bermacam-macam, antara lain kekerasan fisik maupun psikis, stigma negatif, domestikasi dan marginalisasi.
Diskriminasi yang dialami perempuan juga terjadi di ranah sosial dan budaya.
Menurut Estu sudah sejak lama perempuan mengalami domestikasi di tengah masyarakat.
Artinya, masyarakat masih memandang peran perempuan hanya terbatas di ranah tertentu saja, misalnya dalam ranah rumah tangga atau seputar persoalan dapur.
Selain itu, perempuan yang menduduki posisi strategis di pekerjaannya pun tidak bisa dilepaskan dari stigma negatif.
Perempuan kerap dipandang tidak bisa mengambil keputusan atau membuat kebijakan sebaik kaum laki-laki.
Estu menuturkan hal tersebut disebabkan karena masih adanya pola pendidikan keluarga di Indonesia yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Di lingkup keluarga, masih banyak perempuan yang tidak dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan.
Penyebab lain yaitu adanya nilai-nilai di masyarakat yang menyudutkan perempuan.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,tribunnewsmaker |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar