"Maka mudah terjadi terinfeksi tapi "tidak terdeteksi" pada tes antigen," jelas dia.
Mengenai sequencing atau sekuensing untuk mendeteksi varian Omicron, Tonang memberikan penjelasan. Dia mengatakan, sekuensing hanya dilakukan, bila ada indikasi awal.
Indikasi pertama adalah jika ditemukan kasus infeksi dengan ct value sangat rendah, yang berarti viral load tinggi.
"Pertama bila didapatkan kasus dengan ct value rendah sekali yang berarti viral load tinggi. Padahal terdeteksinya kasus perlu PCR dan bila terpaksa dengan tes antigen lebih dulu," katanya.
Indikasi kedua, yakni jika terjadi S gene target failure (SGTF) pada tes deteksi Covid-19 yang memiliiki target gen S.
"Artinya, PCR mendeteksi 2 target gen lain, tapi target S nya justru negatif. Bila ketemu demikian, curiga kuat bahwa virusnya mengalami mutasi. Tidak pasti varian apa, tapi Omicron salah satu kemungkinannya," jelas Tonang.
Tonang mengatakan, saat ini lebih dari 85 persen kit PCR di Indonesia tidak menggunakan gen S sebagai target, mengingat memang rentan bermutasi. Menurut Tonang, yang rata-rata ditargetkan adalah gen N, E, RdRp, Orf1b dan Helicase.
"Jadi dengan menarget selain S, maka justru kita tetap bisa mendeteksi adanya virus SARS-CoV- 2. Hanya kita tidak tahu apakah itu masih seperti virus awal, atau sudah varian, serta varian mana. Itu yang tidak diketahui kalau tidak dilakukan sekuensing," jelas dia.
Ia mengatakan, tes PCR yang ada saat ini tetap bisa mendeteksi infeksi virus corona yang disebabkan oleh varian Omicron.
"Tetap terdeteksi, tidak lolos, hanya tidak bisa membedakan apakah itu Omicron atau varian lainnya," kata Tonang.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kontan.co.id,KOMPAS.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar