GridPop.ID - Pemerintah membatalkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 se-Indonesia pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Ada beberapa faktor membuat pemerintah membatalkan rencana PPKM Level 3 se-Indonesia pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Pertama, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir relatif landai dan angka penularannya pun terbilang rendah.
"Kita kan lihat angka-angka kasus konfirmasi kan relatif rendah dibanding dulu yang puluhan ribu, bahkan kemarin kalau enggak salah ada seratus berapa begitu ya," kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dikutip dari Kontan.co.id.
Lalu, kata Tito, berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, antibodi masyarakat sudah terbilang tinggi. Bahkan, ia menyebut ada kemungkinan masyarakat di sembilan daerah aglomerasi telah mengalami kekebalan kelompok atau herd immunity.
Mantan kapolri itu mengatakan, berkaca dari faktor-faktor di atas, penerapan PPKM Level 3 se-Indonesia dinilai terlalu ketat, padahal ada sejumlah daerah yang menunjukkan perbaikan.
"Ini kan semua dinamis, dinamis, kita melihat angka-angka indikator, kemudian tingkat vaksinasi yang meningkat, yang baik, meskipun perintah presiden untuk digenjot terus sampai 70 persen target akhir Desember," ujar Tito.
Meski begitu, masyarakat tidak boleh terlena.
Pasalnya, dikatakan ahli patologi klinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto, Covid-19 varian Omicron diduga sudah masuk Indonesia.
"Pendapat saya: sudah. Penyebaran sudah sedemikian luas di banyak negara sejak dari laporan awalnya. Laporan awal itu pun sebenarnya kasusnya sudah terjadi setidaknya 2 pekan sebelumnya," kata Tonang kepada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).
Seperti diketahui, varian Omicron atau B.1.1.529 pertama kali dilaporkan ke WHO dari Afrika Selatan pada 24 November 2021.
Sementara, kasus infeksi B.1.1.529 pertama yang terkonfirmasi diketahui berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 9 November 2021.
Ada beberapa alasan yang membuatnya menduga varian Omicron sudah masuk Indonesia.
Pertama, sebagian besar kasus karena Omicron tanpa atau hanya gejala ringan, seperti juga laporan dari Afrika Selatan dan beberapa negara lain yang sudah melaporkan kasusnya.
Kedua, jumlah tes PCR Indonesia yang masih di bawah ambang, meskipun rata-rata tes dilaporkan antara 180-200 ribu per hari.
"Tapi yang banyak itu tes antigen, sekarang PCR tinggal sekitar 15 persen saja dari total tes. Rata-rata sekitar 30 ribu/hari," kata Tonang.
"Padahal minimal 39 ribu/hari. Itu minimal. Itu juga dengan syarat merata. Sayangnya, 40-50 persen dari jumlah PCR itu di Jakarta saja. Sisanya dibagi 33 provinsi lainnya," ujar dia.
Tonang mengatakan, tes antigen memang masih bisa mendeteksi Omicron, karena targetnya protein N, bukan protein S.
"Tapi tes antigen itu baru positif bila viral load tinggi. Kalau sudah menurun, PCR yang tepat untuk mendeteksinya," kata Tonang.
Dia menjelaskan, walaupun antibodi sedang atau sudah mulai menurun, tapi yang pernah terinfeksi atau tervaksinasi itu masih memiliki sel memori.
Sehingga, ketika terjadi infeksi ulang, maka viral load (jumlah virus yang berhasil menginfeksi) cenderung rendah dan masa bertahannya di dalam saluran nafas jauh lebih singkat.
"Maka mudah terjadi terinfeksi tapi "tidak terdeteksi" pada tes antigen," jelas dia.
Mengenai sequencing atau sekuensing untuk mendeteksi varian Omicron, Tonang memberikan penjelasan. Dia mengatakan, sekuensing hanya dilakukan, bila ada indikasi awal.
Indikasi pertama adalah jika ditemukan kasus infeksi dengan ct value sangat rendah, yang berarti viral load tinggi.
"Pertama bila didapatkan kasus dengan ct value rendah sekali yang berarti viral load tinggi. Padahal terdeteksinya kasus perlu PCR dan bila terpaksa dengan tes antigen lebih dulu," katanya.
Indikasi kedua, yakni jika terjadi S gene target failure (SGTF) pada tes deteksi Covid-19 yang memiliiki target gen S.
"Artinya, PCR mendeteksi 2 target gen lain, tapi target S nya justru negatif. Bila ketemu demikian, curiga kuat bahwa virusnya mengalami mutasi. Tidak pasti varian apa, tapi Omicron salah satu kemungkinannya," jelas Tonang.
Tonang mengatakan, saat ini lebih dari 85 persen kit PCR di Indonesia tidak menggunakan gen S sebagai target, mengingat memang rentan bermutasi. Menurut Tonang, yang rata-rata ditargetkan adalah gen N, E, RdRp, Orf1b dan Helicase.
"Jadi dengan menarget selain S, maka justru kita tetap bisa mendeteksi adanya virus SARS-CoV- 2. Hanya kita tidak tahu apakah itu masih seperti virus awal, atau sudah varian, serta varian mana. Itu yang tidak diketahui kalau tidak dilakukan sekuensing," jelas dia.
Ia mengatakan, tes PCR yang ada saat ini tetap bisa mendeteksi infeksi virus corona yang disebabkan oleh varian Omicron.
"Tetap terdeteksi, tidak lolos, hanya tidak bisa membedakan apakah itu Omicron atau varian lainnya," kata Tonang.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kontan.co.id,KOMPAS.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar