GridPop.ID - Kasus hukum terhadap Herry Wirawan, guru pesantren yang memerkosa 13 santriawati nya masih terus bergulir hingga saat ini.
Jaksa Kejakasaan Tinggi Jabar menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati.
Melansir Sripoku.com, Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana menerangkan pihaknya menuntut Herry Wirawan dengan hukuman maksimal.
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia," ujar Asep N Mulyana.
Selain pengumuman identitas, Jaksa juga menuntut Herry dijatuhkan hukuman mati dan kebiri kimia atas perbuatannya.
"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas dan hukuman tambahan kebiri kimia. Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurunganan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi," ujar Kajati Jabar, Asep N Mulyana, seusai persidangan.
Asep menerangkan beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry sehingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia adalah pertama tersangka menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan untuk memanipulasi korban.
Kemudian, kata dia, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
Tuntutan hukuman mati terhadap Herry Wirawan tak disetujui oleh beberapa pihak, salah satunya Komisioner Komnas Ham Beka Ulung.
Alasan Komisioner Komnas HAM tersebut, tak setuju di kebiri kimia menurutnya bertentangan dengan HAM.
"Saya setuju jika pelaku (Herry Wirawan) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal, bukan hukuman mati atau kebiri kimia," katanya saat dihubungi, Selasa (11/1/2022).
Ketika ditanyakan terkait hukuman berat atau maksimal yang seperti apa, Beka mengaku hukuman maksimal yang sesuai dengan KUH Pidana dan undang-undang tentang perlindungan anak.
KUH Pidana yang berlaku saat ini merupakan aturan yang dibuat pemerintah kolonial seabad lalu. Di KUH Pidana, masih mengatur pidana mati, tepatnya di Pasal 10.
Kasus pencabulan yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 santriwati nya ini memang mengejutkan publik.
Seiring dengan terkuaknya kebenaran peristiwa pencabulan tersebut, terkuak fakta lain yang tak kalah mengejutkan.
Istri Herry Wirawan sendiri menjadi saksi hidup bagaimana sang suami melancarkan aksi bejatnya pada para santriwati dan ia pun sampai tak bisa berbuat apa-apa.
Dilansir dari Kompas,com sang istri ini sempat memergoki terdakwa melakukan tindakan tak pantas terhadap korban.
"Ketika istri pelaku mendapati suaminya itu pada saat malam, mereka tidur bareng naik ke atas tiba-tiba mendapati si pelaku itu sedang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan korban, enggak bisa apa-apa itu istrinya," kata Asep usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (30/12/2021).
Menurut Asep, istri terdakwa pernah mendapat firasat terkait santriwati Herry yang melahirkan.
"Jadi begini, ketika ada perasaan seorang perempuan ya, ada kemudian curiga dan perasaan yang tidak enak di hatinya ketika tadi sama pelaku, pelaku itu menjawab 'Itu urusan saya suami, ibu ngurus rumah dan ngurus anak-anak, selesai'," ucap Herry.
Menurut Asep, istri terdakwa juga ikut mengurus anak yang dilahirkan korban. Sang istri tak bisa melakukan apa-apa lantaran terdakwa telah mencuci otaknya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Sripoku.com |
Penulis | : | Andriana Oky |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar