GridPop.ID - Kasus pencabulan santriwati oleh guru ngaji memang belakangan ini sedang marak terjadi.
Seperti kisah yang satu ini, seorang santriwati di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) jadi korban pencabulan oleh guru agamanya LNT (63) setelah ia sepulang mengaji.
Dilansir dari Tribun Trends, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resor atau Polres Muna, IPTU Astaman Rifaldy Saputra membeberkan kronologi aksi tak senonoh yang dilakukan pada Jumat (25/3/2022) lalu.
Aksi bejat sang guru agama tersebut bermula ketika puluhan santri selesai mengaji pada pukul 15.00 Wita.
Sebelum pulang, para santri ini bersalaman kepada tersangka LNT, tetapi sang guru ngaji ini melarang korban dan rekannya meninggalkan rumah.
"Korban dan temannya dilarang pulang karena diminta cuci piring di dapur oleh guru ngajinya," kata IPTU Astaman dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis (21/4/2022).
Setelah kondisi rumah mulai sepi, tersangka LNT mulai menjalankan aksinya dengan memanggil dan menghampiri korban.
Ia mengatakan tersangka LNT memegang pergelangan tangan korban lalu membawanya ke kamar tidur.
Saat berada di kamar tidur, tersangka kemudian memegang kedua bahu korban dan membaringkan di kasur.
"Tersangka lalu menindih dan menaikkan baju gamis korban dan berbisik jangan ribut. Di situlah pelaku mencabuli korban menggunakan tangan,” bebernya.
Tak hanya itu, menurut IPTU Astaman, tersangka LNT ini juga diduga mencium korban sebanyak dua kali.
Setelah menjalankan aksi bejatnya, tersangka menyampaikan agar korban tak bercerita masalah ini kepada ibu korban.
"Tersangka juga memberikan uang Rp 5 ribu kepada korban lalu menyuruhnya pulang," katanya.
Korban dan temannya pun keluar rumah tersangka lalu menceritakan aksi tak senonoh sang guru ngaji kepada tiga temannya yang lain saat perjalanan pulang.
Beberapa lama kemudian, tersangka LNT ditangkap Tim Buser Polres Muna di Jalan Bypass Raha, Kabupaten Muna.
Karena aksi bejatnya, LNT dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E, ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Sebagaimana ditambah dan diubah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016.
Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Sebagai informasi tambahan, dilansir dari Kompas.com, dokter Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi, dan Trauma Psikososial, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, dr Gina Anindyajati SpKJ, mengatakan bahwa setidaknya ada tiga aspek yang bisa menjadi dampak dari kekerasan seksual pada korban, yaitu fisik, psikiatrik dan sosial.
1. Dampak fisik
Dampak fisik pada korban kekerasan seksual, kata Gina, memang tidak semua dapat terlihat pada tubuh korban. Tetapi dampak fisiklah yang paling cepat diketahui dan disadari.
2. Dampak psikiatrik
Pada aspek psikiatrik dari korban kekerasan seksual, jejaknya tidak cepat diketahui atau disadari oleh orang lain, bahkan diri korban itu sendiri.
3. Dampak sosial
Dituturkan Gina bahwa dampak sosial menjadi konsekuensi yang paling lambat sekali disadari bagi korban kekerasan seksual.
Hal ini dikarenakan tampilan fisik tidak semuanya yang mengisyaratkan kondisi di dalam tubuh, baik pikiran maupun perasaan seseorang.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Trends |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar