- Aborsi yang diperbolehkan: Abortus provocatus therapeuticus, yaitu kehamilan yang diakhiri secara sengaja dari luar yang dilakukan oleh dokter untuk menolong nyawa ibu atas kehamilannya yang membahayakan.
- Aborsi yang termasuk tindak pidana: Abortus provocatus criminalis, yaitu tindakan pengguguran janin yang disengaja dan melawan hukum. Maksud melawan hukum adalah tidak termasuk unsur pengecualian dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan.
Pengecualian aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan sendiri ialah:
a) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
b) Kehamilan akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikis bagi korban pemerkosa.
Dua kondisi itu membuat aborsi menjadi tindakan yang legal dilakukan dan diperbolehkan asal melewati beberapa konseling dengan pihak yang kompeten.
Sehingga, para korban pemerkosaan boleh melakukan aborsi dan berhak untuk dapat mengakses layanan aborsi secara aman.
Sayangnya, meski telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan, aborsi bagi para korban pemerkosaan bukanlah hal yang mudah mereka peroleh.
Masih banyak lubang dalam pelaksanaan aborsi aman bagi para korban pemerkosaan dan kekerasan seksual lain.
Hal itu terbukti dari beberapa kasus yang terjadi pada para korban perkosaan.
Seperti yang tercatat dalam siaran pers Komnas Perempuan menyambut Hari Aborsi Aman Internasional tahun 2021 lalu.
Source | : | Parapuan.co |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar