Dalam data, tercatat beberapa kasus kriminalisasi pada korban perkosaan, seperti yang terjadi di Jambi tahun 2018.
Di mana seorang anak perempuan 15 tahun yang diperkosa kakaknya justru dijatuhi hukuman 6 bulan oleh pengadilan karena melakukan aborsi.
Tentu kejadian tersebut bertolak belakang dengan hukum UU Kesehatan yang ada.
Karenanya, Komnas Perempuan sendiri secara tegas menyebut hukum aborsi di Indonesia masih belum menyejahterakan perempuan.
Belum Menyejahterakan Perempuan
Dalam wawancaranya bersama PARAPUAN, Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati menyampaikan beberapa poin terkait hukum aborsi di Indonesia.
Menurut Komnas Perempuan, pemerintah masih belum memberikan fasilitas kesehatan penyedia layanan aborsi yang aman khusus untuk korban perkosaan.
"Kekurangan hukum dalam menghadapi kasus aborsi adalah belum disertai penunjukan tempat layanan kesehatan oleh negara/Kemenkes," jelas Retty.
Kurangnya pengetahuan reproduksi yang membuat korban baru tahu dirinya hamil juga menjadi faktor lain akhirnya hukum aborsi tidak berjalan dengan baik.
"Juga hambatan psikologis dan kultural yang menyebabkan korban tidak langsung menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya,"
"Minimnya pengetahuan kesehatan reproduksi perempuan yang baru mengetahui kehamilannya setelah kehamilan besar dan tidak segera diberikannya pil kopdar maksimal seminggu paska terjadinya kekerasan seksual," imbuhnya.
Source | : | Parapuan.co |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar