GridPop.ID - Seorang pemimpin pondok pesantren (ponpres) di Bandung dikabarkan melakukan pencabulan dan pelecehan seksual 20 santriwatinya.
Hal ini diketahui setelah salah satu dari korban memberanikan diri untuk melapor.
Melansir dari Tribunnews.com, modus yang dipakai pimpinan ponpres di Bandung itu untuk perdayai korban dengan cara manfaatkan ketakziman santri.
Hal ini diketahui dari penuturan kuasa hukum salah satu korban pencabulan, Deky Rosdiana.
"Kami akan melaporkan suatu kejadian pencabulan di Katapang dimana yang melakukan adalah oknum yang mengatasnamakan dirinya ustaz dengan modus operandi memanfaatkan ketakzimannya antara santri kepada seorang guru pemuka agama," terangnya.
Tindakan tidak terpuji yang dilakukan pemuka agama ini terjadi baik di dalam lingkungan pondok pesantren maupun luar pesantren.
"Dimana oknum ini menggunakan kesempatan untuk melakukan pencabulan dan pelecehan seksual yang dilakukan di beberapa tempat baik di pesantren maupun di luar (pesantren)," tambahnya.
Meski begitu, baru satu korban yang berani melapor.
"Sampai saat ini yang berani melaporkan adalah satu orang. Saat ini yang kita tahu ada sekitar 20 korban yang mengaku (mendapatkan tindakan serupa) tapi belum berani melapor ke kepolisian," terang Deky Rosdiana lebih lanjut.
Terhadap laporan tersebut, Polresta Bandung membenarkan adanya pencabulan yang dilakukan oleh pimpinan pesantren yang berada di kawasan Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung.
Menurut pengakuan para korban, ustaz tersebut telah melakukan perbuatan pelecehan seksual sejak 2016.
Namun saat ini, terduga pelaku pergi meninggalkan ponpes dan kini sedang dalam pencarian.
"Awalnya, pada hari Kamis (11/8/2022), istri dari pemilik pondok pesantren itu menyampaikan bahwa mantan suaminya melakukan perbuatan cabul kepada santrinya, kemudian kami sampaikan, kami membutuhkan kesaksian dari korban."
"Pada Jumat (12/8/2022), kami mendapatkan informasi bahwa ada korban yang telah dilakukan cabul kepada si pemilik pondok," kata Kapolresta Bandung, Kombes Kusworo Wibowo.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Muhammad Hairun kini telah menyiapkan beberapa langkah menanggapi adanya dugaan kasus asusila tersebut.
Menurutnya, apabila terjadi pelanggaran yang menyangkut dengan anak dan perempuan, sudah menjadi bagian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung untuk melindungi korban.
"Pada prinsipnya kita tetap menjalankan apa yang menjadi Tupoksi kita, kalau memang terjadi sudah pasti itu kewajiban kita melakukan upaya dan langkah penanganan," katanya dihubungi Kompas.com, Kamis (18/8/2022).
Sejauh ini, pihaknya mengaku telah melakukan upaya koordinasi dengan beberapa pihak.
Hal itu dilakukan, agar kasus tersebut bisa disampaikan ke publik dengan terbuka.
"Sejauh ini, kita sudah beberapa kali berkoordinasi baik dengan Pusat, Provinsi, ataupun pelapor serta pengacaranya, supaya terbangun keterbukaan dan kasus tersebut betul-betul terang," ujarnya.
Hairun menjelaskan, Dinas DP2KBP3A hanya berfokus pada korban dalam hal ini santriwati yang diduga menjadi korban tindak pencabulan.
Namun, hingga saat ini, pihaknya belum menerima data serta nama dari para korban.
"Karena kasusnya kan masih tahap penyelidikan ya oleh Polresta. Nah jadi belum ada rujukan ke kita. Kami telah menginstruksikan bidang PPA, untuk turun ke lapangan melakukan pendalaman identitas korban, ada berapa jumlah korban dan kebutuhan bantuannya apa saja," tambahnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar