Para taruna Akpol tersebut pun diusir. Melengkapi kemuraman mereka hari itu setelah kalah dalam pertandingan dan disindir habis-habisan oleh para mahasiswa.
Dalam perjalanan pulang, di sekitar Jalan Ganesha, iring-iringan taruna Akpol itu berpapasan dengan seorang mahasiwa ITB bernama Rene Louis Conrad.
Rene yang saat itu sedang mengendarai Harley Davidson disebut-sebut diludahi oleh salah seorang di dalam bus para taruna.
Tak ayal hal tersebut memicu amarah Rene yang kemudian menantang para taruna tersebut turun.
Bak lupa posisi mereka sebagai calon pengayom masyarakat, para taruna akpol tersebut meladeni tantangan Rene dengan mengeroyoknya.
Tak habis sikap pengecut dengan mengeroyok satu orang mahasiswa, salah seorang Taruna Akpol kemudian mengunakan senjata apinya untuk menembak dan menewaskan Rene.
Persitiwa ini jelas mencoreng wajah Polri yang kala itu dipimpin oleh sosok kharismatik, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso.
Ketegasan dan kejujuran Hoegeng pun segera mengusut kasus yang sempat membuat polisi dan para taruna dilarang keluar dari barak tersebut.
Hoegeng yang yakin bahwa pelakunya adalah salah seorang taruna Akpol pada akhirnya tak bisa berbuat lebih karena keburu dilengserkan oleh Suharto pada 2 Oktober 1971.
Tak lama setelah itu, sebuah kejanggalan terbesar pun muncul, Brigadir Polisi Djani Maman Surjaman tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.
Djani sama sekali tidak terlibat dalam aksi pemukulan yang dilakukan para juniornya, apalagi sampai menembak.
Namun, apa daya, kekuatan besar demi melindungi putra-putra 'petinggi' yang adal dalam barisan para taruna tersebut terlalu kuat.
Djani yang berasal dari korps Brimobkemudian dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan pada 1972 dengan dalih melakukan kelalaian hingga membuat Rene Louis Conrad meninggal.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribunnews.com,Intisari Online |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar