Kini, proses hukum terhadap Hendra terus bergulir. Polisi telah mengagendakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Hendra, namun beberapa kali ditunda.
Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu bukan satu-satunya polisi yang ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice dalam kasus ini.
Ada enam personel Polri lainnya yang jadi tersangka yakni Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara. Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Apa itu obstruction of justice?
Dilansir dari laman bangkapos.com, Obstruction of justice kerap digunakan dalam penanganan kasus hukum pidana.
Istilah tersebut ramai disebut dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Diketahui obstruction of justice adalah perbuatan menghalang-halangi proses peradilan (proses hukum).
Dalam doktrin ilmu hukum pidana di Indonesia, umumnya obstruction of justice didefinisikasi sebagai tindak pidana yang menghalangi proses hukum.
Obstruction of justice dianggap sebagai bentuk tindakan kriminal karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum.
Source | : | Kompas.com,Bangkapos |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar