GridPop.ID - Nama Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa tengah ramai menjadi perbincangan publik.
Teddy Minahasa diduga terlibat dalam peredaran narkoba jenis sabu seberat 5 kg.
Sebelum ramai kabar keterlibatannya dalam peredaran narkoba, rupanya Teddy pernah memiliki pengalaman kurang mengenakkan dengan Presiden Joko Widodo.
Apa itu?
Sebelumnya melansir dari Tribunnews.com, Kapolri Jenderal Listyo Sigit membenarkan soal penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa lantaran kasus narkoba.
Lewat rilisnya, Jenderal Listyo Sigit mengatakan, Irjen Teddy Minahasa ditangkap oleh Divisi Propam Polri.
Kasus bermula ketika beberapa hari yang lalu, Polda Metro Jaya melakukan pengungkapan terhadap jaringan peredaran gelap narkoba.
Kapolda Metro Jaya dipimpin Irjen Fadil Imran.
Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan "berdasarkan laporan masyarakat".
Lantas berhasil diamankan 3 orang dari masyarakat sipil.
"Kemudian dilakukan pengembangan ternyata mengarah pada anggota polisi berpangkat Bripka dan juga anggota polisi berpangkat Kompol," kata Kapolri, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (14/10/2022).
Lantas kasus tersebut pun terus dikembangkan.
Kemudian seiring dengan perkembangan tersebut, sampailah pada seorang pengedar.
Dan juga mengarah pada personel oknum perwira anggota Polri yang berpangkat AKBP.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan, polisi berpangkat AKBP ini merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Sumatera Barat.
"Dari situ kemudian kita melihat ada keterlibatan Irjen TM (Teddy Minahasa) atas dasar hal tersebut kemarin saya minta dari Propam untuk menjemput dan melakukan pemeriksaan terhadap Irjen TM."
"Tadi pagi telah dilaksanakan gelar, dan saat ini Irjen TM dinyatakan terduga pelanggar dan sudah dilakukan penempatan khusus," imbuhnya.
Ya sebelum ramai jadi sorotan usai terlibat dalam peredaran narkoba, Teddy pernah memiliki pengalaman kurang mengenakkan dengan Presiden Jokowi.
Dilansir dari Kompas.com, saat itu Teddy yang masih berpangkat Komisaris Besar Polisi bertugas sebagai koordinator pengamanan Jokowi.
Ketika itu, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menjadi calon presiden (capres) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
Teddy adalah mantan Kapolres Malang dan mantan Kabid Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri.
Kala itu, tim pengamanan Jokowi terdiri dari 42 personel polisi, termasuk Teddy selaku koordinator.
Pengamanan Jokowi berubah 180 derajat lantaran lebih ketat dari sebelumnya.
Jika sebelumnya pengawal Jokowi kerap berjalan di belakang, kala itu para pengawal Jokowi dari polisi kerap berada di depan.
Di lapangan, tidak jarang Teddy dan personelnya mendorong, memukul, dan membentak warga yang berebutan salaman atau berfoto bersama saat Jokowi blusukan.
Hal itu tak hanya menimpa masyarakat, tetapi juga wartawan.
Tampilan pengawal baru Jokowi ini juga tidak lepas dari perhatian masyarakat.
Sebab, semua pengawal mengenakan safari putih sehingga keberadaan mereka sangat mencolok perhatian.
Jokowi pun mulai merasa tidak nyaman. Ia menganggap hal tersebut persoalan serius.
Ia lantas mengutarakan ketidaknyamanannya itu kepada awak media.
"Antara nyaman ndak nyaman sih," ujar Jokowi di Rumah Transisi, Jalan Situbondo 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2014).
"Kalau terlalu ketat, masyarakat banyak yang komplain. Saya endak mau seperti itu," ucap dia.
Jokowi sedianya telah memberitahukan pengawalnya untuk tidak menjaga dia berlebihan, apalagi saat tengah blusukan ke rakyat.
Namun, dia mengaku hal itu kadang tidak berhasil.
Tak berselang lama, ia pun mengganti Teddy sehingga tak lagi menjadi koordinator tim pengamanannya.
Hal itu dilakukan Jokowi usai dirinya diumumkan sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh KPU.
"Saya hanya ingin tetap bisa mendengar rakyat, bisa salaman dengan rakyat. Itu saja," ujar Jokowi kala itu.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar