GridPop.ID - Harga sembako beras diprediksi akan mengalami kenaikan.
Kenaikan harga sembako beras ini bukan tanpa sebab.
Harga sembako beras diprediksi akan naik akibat stok yang semakin menipis di Pasar Induk Beras Cipinang.
Melansir dari Kontan, tercatat stoknya kini berada di bawah 20.000 ton.
Keseluruhan stok tersebut merupakan beras jenis premium.
Hal itu diungkapkan satu pedagang beras di Pasar Induk Cipinang Jakarta Timur, Billy.
Adapun, stok beras medium biasanya diperoleh dari Perum Bulog, di mana setiap minggunya Bulog memberikan jatah 2.000 ton untuk Pasar Induk Beras Cipinang.
"Kalau stok beras di pasar Induk Cipinang sudah di bawah 20.000 ton, dan itupun beras mahal semua, stok dan harga beras sudah mengkhawatirkan, padahal masih lama tunggu panen di bulan 2 (Februari-Red)," katanya, dihubungi, Kamis (24/11).
Menurut dia, kondisi saat ini merupakan hal yang tidak normal antara suplai dan demand.
Baca Juga: Update Harga Sembako Hari Ini 21 November 2022, Cabai Rawit dan Daging Ayam Alami Kenaikan
Ia menyebut, panen bulan ini juga sedikit, sehingga membuat suplai menjadi berkurang.
"Apanya yang direbutin? Memang panenan sedikit. Kalau banyak beras, semua pasti kontrak ke Bulog, toh harga mengikuti pasar Bulog. Lebih enak (petani-Red) masuk Bulog daripada bawa Jakarta," ujarnya.
Billy juga tak setuju dengan pernyataan Kementerian Pertanian yang mengatakan bahwa stok beras/gabah surplus.
"Kementan saja yang mabuk masih bilang surplus-surplus. Kami pelaku usaha ketawa saja. Kasihan rakyat miskin, dampaknya pangan mahal," ucapnya.
Ia pun meminta Menteri Pertanian untuk datang ke pasar, terutama Pasar Induk Beras Cipinang untuk mengetahui stok teranyar dari beras.
"Yang Terhormat Bapak Yasin Limpo, tolong cek, di pasar induk Cipinang saja, lihat sendiri berapa truk yang masuk tiap hari. Sedikit sekali dan mahal harganya. Ini tanda-tanda barang langka," jelasnya.
Jika stok di pasaran sedikit, Billy mengkhawatirkan akan berdampak pada makin naiknya harga beras di tingkat konsumen.
Sebagai tambahan informasi seperti yang dikutip dari Kompas.com, Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, dan Kementerian Pertanian (Kementan) sempat adu data soal stok beras nasional.
Hal ini lantaran data yang dibeberkan oleh Kementan berbeda dengan data yang dimiliki oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog.
Perdebatan diawali Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi yang mengoreksi data yang disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.
Suwandi mengatakan, data yang disampaikan Badan Pangan Nasional mengenai konsumsi beras yang disampaikan Arief berbeda dengan BPS.
Dalam paparan Suwandi membeberkan, pada 2019 sebanyak 31,31 juta ton, 2020 31,50 juta ton, 2022 sebanyak 31,36 juta ton, dan pada 2022 jumlahnya sebanyak 32,07 juta ton.
Ini merupakan data produksi beras 2019 hingga 2022 dari BPS yang dipaparkan Suwandi.
Menurut Suwandi, data yang disampaikan Badan Pangan berbeda dari yang dirilis BPS.
"Berikutnya, saya koreksi pak Kepala Bapanas untuk konsumsi 2022 dicek, itu lebih tinggi rilis BPS yaitu 30,2 juta ton angka BPS konsumsi kalau produksi, dikurangi konsumsi surplusnya akan beda.
Kepala Bapanas ini 32,02 juta ton ini data BPS resmi 17 Oktober. Data kepala Bapanas tadi 39 juta ton," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI bersama Kementan, Bapanas, dan ID Food, Rabu (23/11/2022).
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar