GridPop.ID - Rela tak dibayar hingga nekat ambil risiko besar, Martin Simanjuntak sempat ragu ketika ditawari menjadi pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Keputusan untuk menjadi pengacara Brigadir J diambil Martin Simanjuntak penuh dengan pertimbangan.
Bahkan Martin Simanjuntak sampai membawa keluarga ke luar negeri untuk mengungsi usai menjadi pengacara keluarga Brigadir J.
Dilansir dari Tribun Bogor, Martin Simanjuntak menceritakan saat awal dirinya bersedia untuk menjadi kuasa hukum dari keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Awalnya, pada 13 Juli 2022, Martin bertanya kepada Kamaruddin Simanjuntak terkait profil dari terpidana mati kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo secara lebih mendalam.
Pada saat itu, Martin hanya mengetahui bahwa Ferdy Sambo menjabat Kadiv Propam Polri.
Namun, ia tidak tahu bahwa Sambo adalah Kasatgassus Merah Putih yang sudah dibubarkan oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo pasca kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Sebagai informasi, Satgassus Merah Putih merupakan divisi bentukan mantan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian pada tahun 2017 dan memiliki wewenang melakukan penyelidikan sejumlah perkara seperti narkotika, ITE, dan Tindah Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sementara Ferdy Sambo menjabat sebagai Kasatgassus Merah Putih pada Mei 2020 dan berakhir saat ditetapkan tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Bahkan, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso pernah mengungkapkan bahwa Satgassus Merah Putih seperti layaknya kesatuan elite di Polri.
"Pada 13 Juli (2022) itu, kan saya sudah tahu ini rumah siapa, rumahnya Bapak Ferdy Sambo, jenderal bintang dua, Kadiv Propam. Pada saat itu kita belum tahu kalau dia Kasatgassus Merah Putih."
"Dan yang ngasih (informasi Sambo jadi Kasatgassus Merah Putih) itu ada orang hebat lah," ujarnya dalam siniar Zulfan Lindan Unpacking Indonesia yang dikutip pada Selasa (21/2/2023).
Pasca mengetahui Ferdy Sambo adalah pemimpin Satgassus Merah Putih, Martin sempat bimbang untuk ikut Kamaruddin menjadi kuasa hukum keluarga Brigadir J.
Namun, ketika diyakinkan oleh Kamaruddin, akhirnya Martin mau untuk mengambil peran tersebut.
"Di situ saya nanya (ke Kamaruddin), (Kamaruddin menjawab) 'iya beneran', (Martin bertanya) 'siapa saja', (Kamaruddin kembali menjawab) 'ya kita aja berdua'," ujar Martin.
"Saya di situ, saya bilang 'ya udah iya'. Padahal dalam hati sudah nggak bisa tidur itu," sambungnya.
Setelah mengiyakan, Martin pun bertanya kepada istrinya untuk meyakinkan dirinya untuk menjadi pengacara keluarga Brigadir J.
Selain itu, Martin menjelaskan kepada sang istri bahwa dirinya sepakat menjadi keluarga Brigadir J tanpa dibayar sepeser pun.
"Saya tanya istri saya, ini gimana nih. Kita ambil nggak? Dan nggak ada duitnya ini. Ini murni pelayanan aja nih," kata Martin kepada istrinya.
Namun, tekadnya untuk mau menjadi kuasa hukum keluarga Brigadir J semakin bulat ketika melihat tangisan dari ibu Yosua, Rosti Simanjuntak.
"Dan karena tangisan mamanya Yosua itu, itu tangisan yang membuat saya mau untuk menangani perkara ini tanpa dibayar dan mengambil resiko besar," ujarnya.
Kendati demikian, Martin mengaku tetap berkonsultasi lagi ke istrinya meski dirinya sudah mau untuk menjadi pengacara keluarga Brigadir J.
Alhasil, istri Martin pun menyetujui keputusan dari dirinya.
Setelah mendapat persetujuan sang istri, Martin pun meminta agar anak-anaknya yang masih kecil dibawa ke Prancis untuk tinggal bersama kakaknya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpa dirinya.
Ia ingin agar anaknya disekolahkan di Prancis dan dimintanya pula untuk kembali ke Indonesia jika telah lulus.
"Bawa anak-anak kita ke Prancis, jualin kita punya di Indonesia, sekolahin sampai tinggi, nanti kasih tahu (sosok) bapaknya, pulang lagi ke Indonesia, ikuti jejak bapaknya," jelas Martin.
Setelah berkata seperti itu kepada istri, Martin pun kembali bertemu Kamaruddin.
Ia baru mengetahui bahwa ada anggota tim kuasa hukum keluarga Brigadir J yang merupakan advokat senior seperti Nelson Simanjuntak dab Johnson Pandjaitan.
Adanya advokat senior itu, Martin menjadi merasa lebih aman ketika menjadi pengacara keluarga Brigadir J.
"Saya lumayan merasa secure gitu. Ternyata ada tokoh lain yang secara reputasi membuat lawan bergetar dan sampai sekarang (jadi pengacara keluarga Brigadir J)," tuturnya.
Dilansir dari Kompas.com, lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J telah menerima vonisnya masing-masing.
Kelima terdakwa tersebut adalah eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, Richard Eliezer (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR), dan Kuat Ma'ruf.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi lebih dulu menjalani putusan yang kemudian disusul Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Terakhir adalah Richard Eliezer.
Adapun sidang vonis kelima terdakwa tersebut dipimpin oleh ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso, dengan hakim Morgan Simanjutak dan hakim Alimin Ribut Sujono sebagai anggota.
Khusus Ferdy Sambo, ia dinilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Bharada E atau Richard Eliezer menjadi terdakwa dengan vonis paling ringan, yakni 1 tahun 6 bulan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya, yakni pidana 12 tahun penjara.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribun Bogor |
Penulis | : | Veronica S |
Editor | : | Veronica S |
Komentar