GridPop.ID - Bagaimana hukumnya jika orang yang mengalami keterbatasan ekonomi tapi hendak membayar fidyah?
Fidyah adalah pengganti puasa yang telah ditinggalkan saat bulan Ramadan.
Umumnya fidyah dibayar dengan dua cara.
Melansir Kompas.com, fidyah berarti memberi makan fakir miskin.
Hal tersebut tertuang dalam QS Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin."
"Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 184)
Membayar fidyah dilakukan dengan dua cara, misalnya memberi makanan pokok atau sejumlah uang.
Mengutip Nakita.ID, berikut ini adalah golongan orang yang boleh meninggalkan puasa:
1. Orang yang tengah sakit dan sulit untuk dapat sembuh.
Baca Juga: Padahal Wajib, Sederet Orang Ini Justru Boleh Tidak Puasa Ramadhan, Siapa Saja?
2. Orang yang telah berusia senja dan lemah sehingga tak mampu untuk berpuasa.
3. Wanita hamil dan menyusui yang tidak bisa jalankan puasa.
4. Orang yang menunda kewajibannya mengqadha puasa ramadan tanpa uzur syari hingga bulan ramadan berikutnya.
Lalu bagaimana jika dalam keadaan keterbatasan ekonomi?
Melansir laman nu.or.id, ada seorang penanya yang mempertanyakan bagaimana jika hendak membayar fidyah tapi ia sendiri merupakan orang miskin.
Dalam kondisi apapun, puasa adalah rukun Islam yang wajib untuk dilakukan oleh semua muslim.
Barang siapa yang dengan sengaja meningglkan puasa maka ia telah melakukan pelanggaran besar yang tidak cukup diganti dengan puasa setahun.
"siapa yang tidak berpuasa satu dari bulan Ramadhan tanpa adanya dispensasi yang diberikan oleh Allah swt, maka belum cukup diganti dengan berpuasa satu tahun" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dengan konsekuensi yang diterima, maka ada baiknya untuk tidak meninggalkan puasa.
Apabila terpaksa meninggalkan puasa, maka wajib segera menggantinya dan tidak boleh ditunda.
Meski dalam kondisi kesulitan ekonomi, maka orang yang meninggalkan puasa tetap wajib membayar fidyah.
Maka diwajibkan menunaikan fidyah apabila telah diberi kemampuan untuk membayar.
Pelaksanaan mengqada puasa dan membayar fidyah dapat dilakukan secara terpisah.
Biasanya pembayaran fidyah diberikan pada fakir miskin dengan memberikan makanan pokok.
Untuk satu hari yang ditinggalkan maka wajib dibayar 1 mud bahan pokok.
Bagi yang sengaja menunda qadha pada tahun yang lalu, maka diwajibkan membayar denda atau kaffarat.
Jumlahnya pun sama dengan fidyah bahan pokok pada umumnya.
Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dalam karyanya Minhaj at-Thalibin menyebutkan:
وَالْأَصَحُّ تَكَرُّرُهُ-- أَيْ الْمُدِّ. (بِتَكَرُّرِ السِّنِينَ) وَالثَّانِي لَا يَتَكَرَّرُ أَيْ يَكْفِي الْمُدُّ عَنْ كُلِّ السِّنِينَ
Artinya: menurut pendapat yang lebih shahih adalah pelipat gandaan mud atau denda tersebut dihitung berdasarkan tahun-tahun yang ditunda, sementara pendapat kedua tidaklah demikian, artinya tidak dilipatgandakan dengan penundaan tahun qadha, dan cukup membayar 1 mud untuk tiap-tiap tahun yang ditunda tersebut.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Nakita.ID |
Penulis | : | Ekawati Tyas |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar