GridPop.ID - Hukum mencicipi makanan saat berpuasa.
Saat menjalankan ibadah puasa, umat Islam dilarang untuk memasukkan makanan atau minuman ke dalam mulut dengan sengaja.
Lantas, bagaimana hukumnya mencicipi makanan saat berpuasa?
Apakah mencicipi makanan bisa membatalkan puasa?
Dilansir artikel Tribun Ramadan dari laman resmi Instagram Bimas Islam Kemenag RI, menurut para ulama, mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya boleh.
Baik itu dilakukan karena ada kebutuhan, seperti untuk memastikan rasa makanan, maupun tidak ada kebutuhan.
Hanya saja, jika mencicipi makanan dilakukan tanpa ada kebutuhan tertentu, meskipun boleh dan tidak membatalkan puasa, hukumnya adalah makruh.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Syarqawi dalam kitab Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfah Al-Thullab berikut:
"Di antara perkara yang dimakruhkan saat berpuasa adalah mencicipi makanan karena dikhawatirkan makanan tersebut sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankan makanan itu ke tenggorokan lantaran begitu dominannya syahwat. Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mengecap makanan itu. Adapun para juru masak, baik laki-laki maupun perempuan, dan orang yang memiliki anak kecil yang berkepentingan mengobatinya, maka mencicipi makanan bagi keduanya tidak dimakruhkan. mengecap masakan tidaklah makruh. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Zayyadi."
Kemudian, dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra, Imam Al-Baihaqi menyebutkan, sebuah riwayat dari Ibnu Abbas bahwa beliau membolehkan seseorang mencicipi makanan selama makanan tersebut tidak sampai pada tenggorokannya.
Riwayat tersebut adalah sebagai berikut:
"Ibnu Abbas berkata; Tidak masalah bagi seseorang untuk mencicipi makanan, baik makanan berupa cuka atau makanan lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya, dalam keadaan dia berpuasa."
Baca Juga: 5 Tips Atasi Bau Mulut Saat Puasa, Termasuk Hindari Tidur Terlalu Lama
Dengan demikian, meskipun mencicipi makanan hukumnya boleh, namun hal tersebut sebaiknya ditinggalkan jika memang tidak ada kebutuhan.
Sebaliknya, jika ada kebutuhan, maka boleh mencicipi makanan dan hendaknya segera diludahkan agar tidak tertelan sampai tenggorokan.
Sementara itu dilansir artikel Tribun Style, ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku Tuntunan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tahun 2020.
1. Makan dan Minum Dengan Sengaja
Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadan puasanya akan batal.
Dengan demikian, orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadan.
Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. al-Baqarah (2): 187].
2. Senggama Suami-Istri di Siang Hari
Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa.
Bagi yang melakukannya, maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadan, dan wajib membayar kifarah.
Kifarah tersebut berupa memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.
Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi.
3. Keluar Mani karena Bercumbu
Dalam buku Panduan Ramadhan 'Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah' terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain.
Baca Juga: 5 Tips Agar Tetap Hemat saat Puasa, Salah Satunya Jangan Lapar Mata Meski Promo Dimana-mana
Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.
Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa.
Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa.
Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).
4. Keluar Haid dan Nifas
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata :
“Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).
Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”
Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.”
Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadan.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribun Style,Tribun Ramadan |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar