"Sebelum bulan puasa, kerbau itu dipelihara, mereka gemukkan selama bulan puasa. Mereka kasih makan yang baik," ujar Rizal seperti dilansir KompasTravel.
Begitu Ramadan memasuki akhir, warga kampung akan menyembelih kerbau hasil gotong royong itu.
Kerbau yang sudah disembelih itu kemudian memasaknya bersama-sama.
Hasil masakan itu kemudian dibagikan kepada seluruh warga kampung.
"Tradisi motong kerbau andilan ini tidak hanya dilakukan umat muslim ya. Warga yang Kristen, Hindu, semua berbaur menjadi satu, dan bersama-sama menikmati olahan daging kerbau itu," ujar Rizal.
Sayangnya, tradisi motong kebo andilan itu sekarang sudah punah.
Pendiri Penerbitan Komunitas Bambu itu mengatakan, situasi Jakarta saat ini yang sudah sangat berbeda dari tempo dulu, menjadi salah satu penyebabnya.
Kala itu, masih banyak tanah lapang yang bisa digunakan untuk menggembalakan kerbau.
Sesuatu yang hampir mustahil ditemukan saat ini.
"Sekarang kan udah susah cari lapangan untuk ngangon (menggembalakan hewan)," ujar Rizal.
Selain itu, perubahan dalam sosial masyaraat yang semakin kompleks membuat akhirnya tradisi unik itu tak lenyap dari khasanah masyarakat Betawi.
"Padahal tradisi ini mengandung makna yang menarik, yakni semangat kebersamaan, guyub antarmasyarakat, enggak ada sekat yang kaya dan miskin. Ini budaya yang penting dan sehat, harusnya dipelihara dan dijadikan pertunjukan budaya," ujar Rizal.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Wartakotalive |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar