Pasal 5 huruf c UU PKDRT menegaskan, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan seksual.
Mengacu pada Pasal 8 huruf a, kekerasan seksual tersebut salah satunya meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, termasuk di antaranya suami atau istri.
Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan kekerasan seksual dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Selain itu, perihal memaksa istri berhubungan badan juga diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
KUHP baru ini disahkan tanggal 2 Januari 2023 dan mulai berlaku tiga tahun sejak diundangkan.
KUHP menyebut perbuatan memaksa istri berhubungan badan sebagai perkosaan dalam ikatan perkawinan dan menyebutkan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukannya.
Sanksi pidana bagi suami yang memaksa istri berhubungan badan
Berdasarkan UU PKDRT, suami yang memaksa istri berhubungan badan dapat dipidana hingga 12 tahun.
Pasal 46 berbunyi, “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.”
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Veronica S |
Editor | : | Veronica S |
Komentar