GridPop.ID - Pasar Tanah Abang perlahan mulai dilupakan.
Hal tersebut tak lain dan tak bukan karena masyarakat lebih berminat belanja online dari pada datang langsung ke toko.
Sebab, para pedagang online umumnya memberi harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar atau toko.
Beberapa pedagang pun mulai mengikuti perkembangan zaman dengan melakukan jualan online.
Tapi hal tersebut tak dilakukan oleh salah satu pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang ini.
Mengutip Kompas.com, Edi (40) mengatakan bahwa dirinya takut ditertawakan pembeli jika ikut jual-beli online dengan mematok harga tinggi.
Ia berujar, kualitas barang yang dijualnya terlalu tinggi jika dijual secara online.
Sedangkan pedagang online memasang harga terlalu murah.
"Kalau di online itu kan barang-barang low-end, barang-barang murah. Kalau kami di sini barang impor.
Barang impor atau barang premium, jadi kalau kami live (jual melalui siaran langsung), itu orang skip (lewat) doang," ujar Edi kepada Kompas.com di Pasar Tanah Abang, Rabu (13/9/2023).
"Kalau (berdagang) barang impor (di live medsos), kami diketawain oranglah ketika pasang harga (tinggi). Enggak masuk," lanjut dia.
Baca Juga: Galau Gara-gara Jualan Online di Shopee Sepi Pembeli? Berikut 5 Cara Mengatasinya
Sebagai contoh, satu buah baju anak kualitas premium biasa dijual dengan harga Rp 125.000 hingga Rp 150.000.
Apabila dibandingkan dengan barang yang dijual secara online, maka harga baju premium tersebut bisa dua kali lipat lebih mahal.
Perbedaan harga barang impor kualitas premium dan batang yang dijual di medsos akan sangat terlihat.
Hal tersebut lah yang menjadi alasan Edi tidak menjual dagangannya via media sosial.
"Kami enggak berani masuk online karena modal barangnya saja, kami sudah tinggi," kata dia.
Ia tak memiliki pilihan lain selain bertahan di pasar yang disebut terbesar di Asia Tenggara ini meski penjualannya terus mengalami penurunan.
Sampai-sampai ia sudah memiliki rencana untuk pulang kampung ke Sumatera Barat jika kondisi tempat berjualannya itu tak juga membaik.
"Tinggal tunggu saja. Kalau sanggup terusin, kalau enggak ya pulang kampung.
Yang orangnya (pedagang) masih di sini berarti masih kuat. Tapi kalau toko-toko yang sudah tutup ini sudah enggak kuat," ucap Edi.
Menteri Koperasi dan UKM Menolak Keberadaan TikTok Shop
Melansir Tribun Techno, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan platform digital tak boleh melakukan monopoli.
"Medsos [ya] medsos. Dagang [ya] dagang," katanya ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
"[Usaha milik] pedagang Tanah Abang mati.
Konveksi di Jawa Barat mati karena masuk barang impor yang sangat murah lewat perdagangan platform digital," kata Teten.
"Saya bukan spesifik ngomong ke salah satu platform digital.
Kami mau atur semua.
Hari ini sudah dikuasai asing, masa kita tidak punya kesadaran?" Lanjutnya.
"China itu transformasi digitalnya melahirkan ekonomi baru, bukan membunuh ekonomi lama. Dalam waktu 10 tahun, di China 2012-2022 ekonomi digital meningkat 5 kali lipat," ujar Teten.
"[Ekonomi digital] di sana menyumbang 41,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB). 90% domestik, asingnya 10%. Kalau kita tidak mengatur, siapa yg bodoh?" Sambungnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Techno |
Penulis | : | Ekawati Tyas |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar