GridPop.ID - Kasus kopi sianida Mirna Salihin kembali menjadi sorotan publik.
Hal ini terjadi setelah film dokumenter 'Ice Cold:Murder, Coffe and Jessica Wongso' resmi dirilis di Netflix.
Gegara film dokumenter tersebut, banyak netizen yang menyoroti Reza Indragiri.
Yakni ahli forensik yang diam-diam mendapat sogokan atau uang tutup mulut soal kasus kopi sianida yang menjerat nama Jessica Wongso.
Ya, pria paruh baya itu mengaku mendapatkan uang tutup mulut saat menangani kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin.
Pengakuan itu diungkap oleh Reza Indragiri lewat film dokumenter berjudul 'Ice Cold:Murder, Coffe and Jessica Wongso.
Dalam pengakuannya itu, Reza Indragiri menemukan uang dengan jumlah yang cukup fantastis dalam tasnya.
Kendati demikian, uang yang diterima oleh Reza itu ia kembalikan ke KPK.
Lantas siapakah sosok Reza Indragiri?
Melansir dari laman resmi wikipedia, Reza Indragiri memiliki nama lengkap Reza Indragiri Amriel, S.Psi., M.Crim. (ForPsych), ia lahir pada 19 Desember 1974, dirinya merupakan ahli psikologi forensik, konsultan sumber daya manusia, dan dosen Indonesia.
Ia merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik.
Baca Juga: Kasus Kopi Sianida Kembali Disorot, Hotman Paris Berikan Satu Cara untuk Selamatkan Jessica Wongso
Reza Indragiri Amriel dilahirkan di Jakarta.
Saat berusia 1,5 tahun, orang tuanya bercerai.
Ia diasuh oleh ibunya, karena tidak diperhatikan, hak asuh Indra pindah kepada Bapaknya.
Reza mengawali pendidikannya di SD Muhammadiyah 24 di Rawamangun dan melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di Riau.
Di Riau, ia tinggal dan diasuh kakek dan neneknya.
Dia melanjutkan Sekolah Menengah Atas dan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan lulus pada 1998.
Ia mendapat beasiswa di Universitas Melbourne, Australia.
Setelah pendididikannya selesai tahun 2003,
Dia mengawali kariernya sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Jakarta, tahun 2004 dan dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Pengakuan Reza Indragiri
Pengakuan Reza Indragiri Amriel ahli Psikologi Forensik sempat dapat uang tutup mulut kasus kopi sianida Jessica Wongso secara misterius yang dimasukan ke dalam tasnya.
Baca Juga: Pantas Dilarang, Kemenkumham Ungkap Alasan Larang Tayangkan Wawancara Jessica Wongso
Namun, ia berfikir bahwa dalam kasus kopi sianida itu ada orang yang coba menyogoknya untuk tutup mulut.
Hal itu ia akui dalam film dokumenter di menit ke 1:20:50 sampai 1:21:25.
"Sampai sekarang hanya pada kasus ini lah ada pihak tertentu yang sampe kemudian menelpon saya dan meminta saya untuk berhenti bicara.
Ada pihak tertentu yang memasukan uang ke dalam tas saya.
Maka saya tafsirkan bahwa uang jajan itu adalah sebuah cara agar saya tak banyak bicara dalam kasus ini.
Ya kalau saya notabennya adalah orang biasa yang tidak punya sangkut paut dengan kasus ini kenapa orang itu mau kasih saya uang.
Saya khawatir bahwa keotoritas penegakan hukum, justru pihak ini secara tak bertanggung jawab justru juga kasih uang dalam jumlah yang lebih besar, saya khawatir seperti itu."
Namun, uang misterius yang berada di dalam tasnya itu langsung ia serahkan ke KPK.
Mencuatnya Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso
Kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin saat reunian 3 sekawan kembali jadi sorotan.
Seperti yang diketahui, Kasus Kopi Sianida ini sempat menghebohkan dan mengundang perhatian publik Indonesia bahkan Internasional pada tahun 2016 lalu.
Lama tenggelam, kasus ini kembali viral hingga jadi perbincangan hangat di media sosial.
Hal ini bermula saat film dokumenter kematian Mirna Salihin dirilis Netflix.
Adapun dokumenter yang diberi judul 'Ice Cold' itu membahas soal kasus kematian Mirna Salihin yang meminum kopi bercampur racun sianida pada kMis, 28 September 2023.
Dalam kasus ini Wayan Mirna Salihin merupakan korban yang meninggal setelah meminum kopi pesanan Jessica Wongso.
Jessica Wongso dinyatakan bersalah dalam kasus tersebut dan divonis 20 tahun penjara.
Ia disebut membunuh dengan memasukan racun sianida ke dalam es kopi vietnam korban.
Kronologi Kasus Kopi Sianida Tewaskan Mirna
Kasus pembunuhan dengan sianida bermula saat empat orang yang telah berteman sejak menempuh pendidikan di Billy Blue College, Australia, mengadakan reuni di Jakarta.
Dilansir dari Kompas.com (6/1/2021), empat orang itu adalah Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita, dan Vera.
Berlangsung pada 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, reuni akhirnya hanya dihadiri tiga orang lantaran Vera absen.
Kala itu, Jessica lebih dulu tiba di Olivier sebelum pukul 16.00 WIB untuk menghindari kebijakan 3 in 1 alias satu mobil minimal berisi tiga orang.
Dia kemudian berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail.
Tak lama setelah pesanan tiba, Mirna pun sampai di Kafe Oliver bersama Hani.
Mereka mendatangi Jessica yang sudah menunggu di meja nomor 54, dan saling bertegur sapa.
Mirna pun meminum es kopi vietnam yang telah dipesankan untuknya.
Namun, dia justru kejang-kejang dan sadarkan diri.
Mulut korban juga mengeluarkan buih, sebelum dibawa ke klinik di Grand Indonesia.
Mirna kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, tetapi meninggal dunia dalam perjalanan.
Merasa ada kejanggalan dalam kasus kematian anaknya, ayah Mirna, Edi Dharmawan Salihin lantas melaporkannya ke Polsek Metro Tanah Abang pada malam itu juga.
Pada 9 Januari 2016, seperti diberitakan Kompas.com (15/6/2016), polisi meminta persetujuan keluarga untuk mengotopsi tubuh Mirna.
Namun, persetujuan tak langsung diberikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Krishna Murti, mendatangi Dermawan untuk meminta izin dan memberikan pengertian.
Setelah menilai otopsi perlu dilakukan, keluarga akhirnya memberikan izin.
Kendati demikian, yang dilakukan hanyalah pengambilan sampel tubuh di Rumah Sakit Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, bukan otopsi keseluruhan.
Jenazah Mirna selanjutnya dibawa ke TPU Gunung Gadung di Bogor, Jawa Barat untuk dikebumikan pada 10 Januari 2016.
Jessica Divonis 20 Tahun Penjara Setelah 32 Kali sidang
Sebelum menjalankan sidang perdana, pihak Jessica mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 16 Februari 2016.
Salah satu kuasa hukumnya, Yudi Wibowo mengatakan, pengajuan praperadilan dikarenakan penetapan dan penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah.
Namun, PN Jakarta Pusat menolak praperadilan pada 1 Maret 2016 karena dianggap salah alamat.
Setelah cukup lama lantaran berkas perkara tak kunjung selesai, persidangan kasus pembunuhan Mirna untuk pertama kalinya digelar pada 15 Juni 2016.
Saat itu, jaksa penuntut umum mendakwa Jessica dengan dakwaan tunggal, Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
Diberitakan Kompas.com (27/10/2016), tim kuasa hukum Jessica langsung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut.
Melalui eksepsinya, dakwaan jaksa disebut terlalu dangkal.
Unsur pembunuhan berencana seperti di mana sianida dibeli, disimpan, dan dimasukkan ke dalam es kopi vietnam, juga tidak terpenuhi.
Namun, pada sidang 21 Juni 2016, jaksa menyanggah argumen tim kuasa hukum yang menitikberatkan alat atau obyek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subyek.
Menurut jaksa, peran subyek penting dalam memberikan gambaran tentang ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga eksekusi.
Jaksa juga menyebutkan bahwa pembunuhan dengan racun sudah dianggap sebagai pembunuhan berencana.
Butuh 32 kali persidangan dan puluhan saksi untuk dihadapkan di meja pengadilan sebelum akhirnya hakim menjatuhkan putusan.
Hingga pada 27 Oktober 2016, hakim memutuskan Jessica bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.
Majelis hakim pun menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum.
Artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul "SOSOK Reza Indragiri, Ahli Forensik Diminta Bungkam Soal Kasus Jessica Wongso, Diberi Uang Sogokan"
(*)
Source | : | TribunTrends.com |
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Helna Estalansa |
Komentar