GridPop.ID - Sidang perdana sengketa Pilpres 2019 diadakan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Dalam sidang, tim hukum Prabowo-Sandi membacakan gugatan sengketa mempersoalkan kenaikan gaji PNS 2019.
Dikutip dari Tribun Wow, tim hukum capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuduh capres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin melakukan kecurangan Pemilu dengan menyalahgunakan anggaran negara.
Salah satunya mengenai kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.
Hal itu disampaikan saat materi permohonan gugatan sengketa pilpres dibacakan oleh tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
"Akan sangat mudah dipahami bahwa penggunaan anggaran negara dan program pemerintah itu adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh paslon 01 yang memanfaatkan posisinya sebagai Presiden petahana," ujar Bambang.
Ada 7 kebijakan anggaran yang dipersoalkan tim hukum Prabowo-Sandi yakni, menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI dan Polri.
Kemudian, menjanjikan pembayaran gaji ke-13 dan THR lebih awal, serta menaikan gaji perangkat desa.
Selain itu, menaikan dana kelurahan dan mencairkan dana Bansos.
Baca Juga: 5 Tahun Berturut-turut Lahirkan Lima Anak, Ibu Muda 25 Tahun Bagikan Kisahnya yang Mengharukan
Selanjutnya, kebijakan menaikkan dan mempercepat penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan menyiapkan skema rumah DP 0 persen untuk ASN, TNI dan Polri.
Menurut Bambang, seluruh kebijakan waktunya dilakukan berdekatan, atau bahkan beberapa saat menjelang hari pencoblosan pilpres 2019, yaitu pada awal tahun hingga pertengahan April 2019.
"Tujuannya adalah memengaruhi pemilih, guna memenangkan Pilpres 2019," kata Bambang.
Melansir dari Kompas.com, seperti kebijakan anggaran lainnya, kenaikan gaji PNS 2019 tidak cair secara tiba-tiba, namun melalui berbagai tahapan.
Berikut fakta-fakta terkait kenaikan gaji PNS 2019:
1. Muncul di DPR
Rencana kenaikan gaji PNS sebesar 5 persen pada 2019 muncul pada Rapat Paripurna RAPBN 2019 di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa rencana menaikkan gaji akan masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019.
2. Lama tak naik dan inflasi
Menteri Keungan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan gaji rata-rata 5 persen itu merupakan penyesuaian dari gaji PNS yang sejak tahun 2015 lalu belum mengalami kenaikan.
Padahal dari tahun ke tahun kata dia, gaji PNS tersebut terus terkikis oleh tingkat inflasi atau naiknya harga-harga. Oleh karena itu kenaikan gaji dinilai perlu dilakukan.
"Artinya sesudah dilihat dengan inflasi yang sebesar 3,2 persen sebetulnya gaji pokok sudah tererosi," ucapnya dalam konferensi pers RAPBN 2019 di Jakarta Convension Centre (JCC), Kamis (16/8/2018).
3. Dibahas dan disetujui DPR
Dalam pembahasannya rencana kenaikan gaji PNS 2019 yang anggarannya ada di APBN 2019 tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi juga DPR.
Bahkan, pengesahan Undang-Undang APBN 2019 dilakukan dalam rapat paripurna di DPR RI, Rabu (31/10/2018).
Itu artinya seluruh fraksi partai politik di DPR turut menyetujui anggaran tersebut.
Seperti diketahui, terdapat 10 fraksi partai politik di DPR, baik partai pendukung pemerintah maupun oposisi.
4. Dirapel
Meski anggaran kenaikan gaji PNS 2019 sudah masuk dalam APBN 2019 yang disahkan pada 31 Oktober 2019, namun pembayarannya tidak dilakukan sejak Januari 2019, melainkan April 2019.
Saat meresmikan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar di Lampung Selatan, Jumat (8/3/2019), Presiden Jokowi mengatakan bahwa dalam pencairan kenaikan gaji PNS 2019 Januari-Maret akan dirapel karena Peraturan Pemerintah (PP) belum rampung.
PP sebagai aturan turunan terkait kenaikan gaji PNS itu baru ditandatangani Presiden Jokowi pada 13 Maret 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, keterlambatan penyelesaian PP karena masih perlu dilengkapi lampirannya.
Ia mengatakan PP tersebut tebal lantaran banyak lampiran. Hal ini karena setiap kementerian dan lembaga harus menyerahkan daftar pegawainya. (*)